|
Pulau Bali |
|
|
Ini lah beberapa foto dari keindahan Pulau Bali, saya akan list tempat-tempat tersebut berdasarkan 9 Kabupaten/Kota yang ada di Bali:
1. Kabupaten Badung ibukota Badung
Sejarah Badung
Kabupaten Badung dulunya bernama Nambangan sebelum diganti oleh I Gusti Ngurah Made Pemecutan pada akhir abad ke-18. Dengan memiliki keris dan cemeti pusaka Beliau dapat menundukkan Mengwi dan Jembrana hingga tahun 1810, dimana Beliau akhirnya diganti oleh 2 orang raja berikutnya. Kematian Beliau seolah olah sudah diatur oleh penerusnya, barangkali saudaranya, Raja Kesiman yang memerintah dengan mencapai puncaknya tahun 1829-1863. Ia dapat dipengaruhi oleh kekuatan dari luar Bali dan menggantungkan harapan kepada Pemerintah Belanda pada saat itu.
Belanda diijinkan Beliau untuk mendirikan stasiunnya di Kuta di tahun 1826, sebagai balasan atas kerjasama itu Beliau mendapatkan hadiah yang sangat indah. Seorang pedagang berkebangsaan Denmark, bernama Mads Johansen Lange yang datang ke Bali pada usia 18 tahun dan memegang peranan sebagai mediator antara Pemerintah Belanda dan Bali dimana raja mendapat bagian yang cukup menarik. Mulai saat itu, Mads Lange yang lahir tahun 1806, dapat meningkatkan hubungan baik dengan raja-raja di Bali. Pada tahun 1856 Mads Lange sakit dan mohon pensiun serta memutuskan untuk kembali ke Denmark, namun sayang dia meninggal pada saat kapal yang akan ditumpangi akan berangkat dan akhirnya dia dikubur di Kuta. Di samping itu Kuta juga dikenal sebagai tempat di mana Kapten Cornelis de Houtman dengan beberapa pengikutnya dihukum gantung tahun 1557, ketika 20.000 pasukan Bali kembali dari perjalanan mempertahankan Blambangan dariKesultanan Mataram.
Pada tahun 1904 sebuah kapal China berbendera Belanda bernama "Sri Komala" kandas di pantai Sanur. Pihak pemerintah Belanda menuduh masyarakat setempat melucuti, merusak dan merampas isi kapal dan menuntut kepada raja atas segala kerusakan itu sebesar 3.000 dolar perak dan menghukum orang-orang yang merusak kapal. Penolakan raja atas tuduhan dan pembayaran kompensasi itu, menyebabkan pemerintah Belanda mempersiapkan expedisi militernya yang ke-6 ke Bali pada tanggal 20 September 1906. Tiga batalyon infantri dan 2 batalyon pasukan arteleri segera mendarat dan menyerang Kerajaan Badung.
Setelah menyerang Badung, Belanda menyerbu kota Denpasar, hingga mencapai pintu gerbang kota, mereka belum mendapatkan perlawanan yang berarti namun tiba-tiba mereka disambut oleh segerombolan orang-orang berpakaian serba putih, siap melakukan "perang puputan" (mati berperang sampai titik darah terakhir). Dipimpin oleh raja para pendeta, pengawal, sanak saudara, laki perempuan menghiasi diri dengan batu permata dan berpakaian perang keluar menuju tengah-tengah medan pertempuran. Hal itu dilakukan karena ajaran agamanya bahwa tujuan ksatria adalah mati di medan perang sehingga arwah dapat masuk langsung ke sorga. Menyerah dan mati dalam pengasingan adalah hal yang paling memalukan.
Korban Perang Puputan Badung
Raja Badung beserta laskarnya yang dengan gagah berani dan tidak kenal menyerah serta memilih melakukan perang puputan akhirnya gugur demi mempertahankan kedaulatan dan kehormatan rakyat Badung.
Beberapa hari kemudian Belanda pun menyerang Tabanan, dan kemudian di tahun 1908 Kerajaan Klungkung juga melakukan puputan dan dengan jatuhnya kerajaan Klungkung maka Belanda menguasai Bali sepenuhnya. Pada tahun 1914 Belanda mengganti pasukan tentara dengan kepolisian sambil melakukan reorganisasi pemerintahan. Beberapa raja dicabuti hak politiknya, namun mereka tetap menjaga nilai kebudayaan dan raja pun masih berpengaruh kuat. Kota Denpasar yang terdiri dari 3 kecamatan merupakan bagian dari Kabupaten Badung, sebelum ditetapkan sebagai Kota Madya pada tanggal 27 Februari 1993.
Objek Wisata Badung
- Air terjun Nungnung
- Atraksi Makotek di Desa Munggu
- Ayung Rafting
- Bumi Perkemahan Dukuh, Blahkiuh
- Bungy Jumping
- Desa Petang
- Desa Plaga
- Desa Kapal
- Perang Tipat Bantal (Desa Kapal)
- Pantai Dreamland
- Pantai Padang-Padang
- Jembatan Tukad bangkung (terpanjang di Bali Nusa tenggara dan Tertinggi diAsia Tenggara
- Pura penataran Puspem Badung
- Pantai Seseh
- Pantai Batu Bolong
- Pantai Brawa
- Kawasan Industri Badung (Jalan Bay Pass Sunset Roat, Kuta)
- Kawasan Wisata Malam Oberoi
- Desa Wisata Baha
- Garuda Wisnu Kencana (GWK)
- Geger Sawangan
- Kawasan BTDC Nusa Dua
- Mandala Wisata
- Monumen Tragedi Kemanusiaan Bom Bali
- Panggung Kesenian Kuta Timur
- Pantai Canggu
- Pantai Jimbaran
- Pantai Kedonganan
- Pantai Kuta, Legian, Seminyak
- Kawasan Internasional Legian
- Pantai Labuan Sait
- Pantai Nyang-Nyang
- Pantai Suluban 699
- Patung Satria Gatot Kaca
- Penangkaran Penyu Deluang Sari
- Pura Peti Tenget
- Pura Pucak Tedung
- Pura Sadha
- Pura Taman Ayun
- Pura Uluwatu
- Safari Kuda
- Sangeh
- Taman Reptil Indonesia Jaya
- Kota Mangupura
- Tanah Wuk
- Tanjung Benoa
- Waka Tangga
- Water Boom Park, Kuta, Badung
- Wisata Agro Pelaga
- Kawasan Perumahan EkspatriatKecamatan Kuta Utara
2. Kabupaten Bangi ibukota Bangli
Sejarah Kabupaten Bangli
Menurut Prasasti Pura Kehen kin tersimpan di Pura Kehen, diceritakan bahwa pada zaman silam didesa Bangli berkembang wabah penyakit yang disebut kegeringan yang menyebabkan banyak penduduk meninggal.Penduduk lainnya yang masih hidup dan sehat menjadi ketakutan setengah mati,sehinnga mereka berbondong-bondong meninggalkan desa guna menghindari wabah tersebut. Akibatnya Desa Bangli menjadi kosong karena tidak ada seorangpun yang berani tinggal disana.Raja Ida Bhatara Guru Sri Adikunti Ketana yang bertahta kala itu dengan segala upaya berusaha mengatasi wabah tersebut. Setelah keadaan pulih kembali sang raja yang kala itu bertahta pada tahun Caka 1126, tanggal 10 tahun Paro Terang,hari pasaran Maula,Kliwon,Chandra (senin), Wuku Klurut tepatnya tanggal 10 Mei 1204,memerintahkan kepada putra-putrinya yang bernama Dhana Dewi Ketu agar mengajak penduduk ke Desa Bangli guna bersama-sama membangun memperbaiki rumahnya masing-masing sekaligus menyelenggarakan upacara/yadnya pada bulan Kasa, Karo, katiga, Kapat, Kalima, Kalima, Kanem, Kapitu, kaulu, Kasanga, Kadasa, Yjahstha dan Sadha. Disamping itu beliau memerintahkan kepada seluruh pendududk agar agar menambah keturunan di wilayah Pura Loka Serana di Desa Bangli dan mengijinkan membabat hutan untuk membuat sawah dan saluran air. Untuk itu pada setiap upacara besar penduduk yang ada di Desa Bangli harus sembahyang.
Pada saat itu juga, tanggal 10 Mei 1204, Raja Idha Bhatara Guru Sri Adikunti Katana mengucapkan pemastu yaitu:
â€Å“Barang siapa yang tidak tunduk dan melanggar perintah, semoga orang itu disambar petir tanpa hujan atau mendadak jatuh dari titian tanpa sebab, mata buta tanpa catok, setelah mati arwahnya disiksa oleh Yamabala, dilempar dari langit turun jatuh ke dalam api nerakaâ€.
Bertitik tolak dari titah-titah Sang Raya yang dikeluarkan pada tanggal 10 Mei 1204, maka pada tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari lahirnya Kota Bangli.
Objek Wisata di Kabupaten Bangli
Kintamani
Kintamani salah satu objek wisata di bali, yang memiliki udara pegunungan yang sejuk dengan panorama Gunung dan Danau Batur yang indah. Yang paling pavorit di sini adalah desa Penelokan kecamatan Kintamani, desa ini terletak di tepi Gunung Batur adalah tempat yang paling indah untuk melihat pemandangan Gunung Batur dan danaunya. Di sini terdapat Gunung berapi kecil, gunung ini masih aktif sampai letusan yang besar terjadi pada tahun 1917, dimana letusan tersebut telah mengambil ribuan nyawa dan menghancurkan ratusan rumah penduduk Desa Batur Tua yang berada di dasar kaldera Batur. Penduduk yang masih tersisa mengungsi ke Desa Batur, pura Ulun Danu yang berada di lembah ginung Batur, juga pindah ke Desa Batur yang sekarang, tapi sampai sekarang pura Ulun Danu batur yang ada di penolokan masih menjadi pusat kegiatan pemujaan penduduk setempat dan Bali. Menempati bagian tengah pegunungan dan dataran tinggi pulau Bali, suhu udara di daerah Kintamani, Bangli ini cukup sejuk bahkan sangat dingin di malam hari untuk wilayah Kintamani. Pada musim-musim tertentu biasanya musim penghujan, akan disertai turunnya kabut. Kintamani terletak di kabupaten Bangli. Bangliletaknya di tengah-tengah pulau Bali, salah satu kabupaten di Bali yang tidak punya pesisir pantai, , berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut, menyebakan wilayah ini sangat sejuk, tumbuh-tumbuhan, tumbuh subur di sana. Pesona alamnya yang indah yaitu pemandangan Danau Batur yang merupakan danau terbesar di Bali dan Gunung Batur salah satu Gunung berapi yang masih aktif, yang berdiri di tengah-tengah kaldera membuat daerah ini menjadi salah satu tujuan wisata paling favorit di Bali.
Pura Kehen
Pura Kehen merupakan salah satu Pura kuno di Bali dimana tersimpan tiga buah nekara perunggu. Pura ini disungsung oleh masyarakat disekitarnya. Upacara di Pura ini diadakan pada “Bulan Kliwon Shinta” dan Upacara Ngusaba diadakan setiap tiga tahun sekali yang jatuh pada “Purnama Keliama” sekitar bulan November. Tempat ini dapat dicapai dengan kendaraan ataupun berjalan kaki dari Sasana Budaya Giri Kusuma. Kata kehen berasal dari kata “keren” yang berarti panas sehingga Pura Kehen juga disebut Pura Hyang Api. Pura Kehen terletak di kaki bukit Bangli, 2 km dari kota Bangli. Sebagai pura bersejarah, tempat ini sebaiknya dikunjungi dimana terdapat tangga yang cukup tinggi kearah Selatan.
Pura Kehen merupakan pura terbesar dan sangat sakral di wilayah Bangli, terletak di pusat kota sekitar 1,5 km timur laut. Ribuan orang yang mengunjungi pura tua ini. Dimana ditengah persawahan tampak penuh dengan wayang-wayangan. Diawal abad-11 pura ini dinyatakan sebagai negara pura oleh Sri Brahma kemuti Kutu. Kehen berasal dari kata’kure’, yang berarti rumah tangga atau hati. Pura ini berada dibawah perlindungan Brahma, si Raja Api.
Seperti Besakih, Pura Kehen dibangun pada 8 tingkatan di lereng selatan bukit. Setiap tiga tingkatan utama dihubungkan pada satu diatasnya oleh tangga. Yaitu Jabaan, Jaba Tengah, dan Jeroan. Ketika odalan pura dirayakan , tarian Rejang yang sakral ditampilkan. Upacara Nyusaba Bangli adalah odalan yang lebih besar. Jenis tarian yang langka ditampilkan di daerah Bangli termasuk Baris Presi ( 8 pria dengan perisai kulit ), Baris dadap ( pria dengan perisai terbuat dari kayu dadap ) dan Baris Jogor ( 8 pria dalam satu garis dengan tombak )
DESA Traditional Penglipuran
Desa adat Penglipuran berlokasi pada kabupaten Bangli yang berjarak 45 km dari kota Denpasar, Desa adat yang juga menjadi objek wisata ini sangat mudah dilalui. Karena letaknya yang berada di Jalan Utama Kintamani – Bangli. Desa Penglipuran ini juga tampak begitu asri, keasrian ini dapat kita rasakan begitu memasuki kawasan Desa. Pada areal Catus pata yang merupakan area batas memasuki Desa Adat Penglipuran, disana terdapat Balai Desa, fasilitas masyarakat dan ruang terbuka untuk pertamanan yang merupakan areal selamat datang. Desa ini adalah sebuah desa yang memiliki tatanan khas dan berbeda dengan desa – desa adapt lainnya yang ada di Bali. Ciri khas desa tersebut terletak pada angkul – angkul {pintu gerbang} rumah penduduknya yang seragam. Ada 76 angkul – angkul yang berjajar rapi dari ujung utara hingga selatan desa. Angka76 ini menunjukan 76 keluarga utama atau pengarep.
Selain angkul- angkul seragam, desa yang terletak sekitar lima kilometer di utara Bangli ini juga memiliki sejumlah adat dan tradisi unik lainnya. Salah satunya, pantangan bagi kaum lelakinya untuk beristri lebih dari satu atau berpoligami. Laki – laki Desa Penglipuran dididik untuk setia kepada satu pasangan saja. Disini ada awig – awig {aturan adat} yang melarang praktik berpoligami. Jika melanggar, lelaki tersebut akan dikucilkan di sebuah tempat yang dikenal dengan nama Karang Memadu.
Kabupaten Buleleng ibukota Singaraja
Sejarah Buleleng
JAMAN MAJAPAHIT:
Ki Gusti Panji Sakti, seorang yang dijuluki banyak nama: Ki Barak, Gde Pasekan, Gusti Panji, Ki Panji Sakti, Ki Gusti Anglurah Panji Sakti, yang berkonotasi tangguh - teguh, berjiwa pemimpin, merakyat, memiliki daya super natural - sakti, adalah pendiri kerajaan Buleleng di tahun 1660an. Sebelumnya wilayah Buleleng dikenal dengan nama Den Bukit. Masyarakat Bali Selatan jaman berkembangnya pengaruh Majapahit, Den Bukit dilihat sebagai "daerah nun disana dibalik bukit". Daerah misterius, terra incognito, banyak pendatang silih berganti, bajak laut. Orang yang ingin tinggal menetap mereka menjauhi daerah pesisir, memilih tempat lebih ke tengah, ke wilayah sebelah Selatan. Maka itu wilayah di selatan bukit disebut Bali Tengah atau Bali Selatan.
Selama berkuasa di Den Bukit Panji Sakti sejak 1660an sampai 1697 sangat disegani kawan maupun lawan. Dengan pasukan Gowak yang diorganisir bersama rakyat, beliau menguasai kerajaan Blambangan, Pasuruan, Jembrana. Hingga tahun 1690an Panji Sakti menikmati kejayaannya.
Buleleng adalah nama puri yang dibangun Panji Sakti di tengah tegalan jagung gembal yang juga disebut juga buleleng. Letaknya tidak jauh dari sungai yang disebut juga tukad Buleleng. Purinya disebut Puri Buleleng. Puri yang yang lebih tua, terletak di desa Sangket yang dinamai puri Sukasada. Ki Gusti Panji sakti diperkirakan wafat tahun 1699 dengan meninggalkan banyak keturunan.
Namun sayang putra-putra Ki Gusti Panji Sakti mempunyai pikiran yang berbeda satu sama lain sehingga kerajaan Buleleng menjadi lemah. Kerajaan Buleleng terpecah belah. Akhirnya dikuasai kerajaan Mengwi, termasuk Blambangan. Lepas dari genggaman Mengwi kemudian tahun 1783 jatuh ke tangan kerajaan Karangasem. Sejak itu terjadi beberapa kali pergantian raja asal Karangasem. Salah seorang raja asal Karangasem yaitu I Gusti Gde Karang bertakhta sebagai raja Buleleng tahun 1806-1818. Sebagai raja Buleleng beliau juga menguasai kerajaan Karangasem dan Jembrana. Beliau dikenal berwatak keras dan curiga kepada bangsa asing. Memang pada jaman itu bangsa asing seperti Belanda dan Inggris ingin menguasai Bali melalui Buleleng dan Jembrana.
Sir Stamford Raffles seorang Inggris jatuh cinta terhadap Bali, baik alam dan budayanya setelah sempat mengunjungi pulau mungil ini di tahun 1811. Setelah itu beliau datang lagi ke Buleleng ingin bekerjasama dengan I Gusti Gde Karang untuk membangun kota pelabuhan dengan nama Singapura. Raffles tergiur melihat ramainya pelabuhan Buleleng dengan lokasi yang dilihatnya sangat strategis di antara kepulauan Nusantara. Memang Buleleng jaman itu sedang jayanya dari hasil monopoli candu dan penjualan budak. Raja Buleleng I Gusti Gde Karang rupanya tertarik dengan rencana Raffles. Namun tidak bisa dilaksanakan, karena Raffles sendiri sangat menentang penjualan budak yang selama ini terus dilaksanakan oleh raja I Gusti Gde Karang. Diantara cinta dan dendam, tahun 1814 pihaknya membawa kapal perang Inggris ke Buleleng, namun tidak terjadi pertempuran.
Pada malam hari, Rebo tanggal 24 Nopember 1815 terjadi musibah bencana alam di Buleleng. Beberapa desa tertimbun lumpur dengan penghuninya, ada yang hanyut kearah laut bersama penduduknya.
Setelah itu I Gusti Gde Karang membuka lahan dan membangun istana baru, terletak di sebelah Barat jalan yang dinamai puri Singaraja. Puri baru itu berseberangan jalan dengan Puri Buleleng yang dibangun Ki Gusti Pandji Sakti.
Objek Wisata Buleleng
- Pantai Lovina: Obyek wisata paling favorit di Buleleng berupa hamparan pasir putih dengan ombak yang tenang dan yang paling menarik disini adalah adanya lumba-lumba yang sering muncul pada pagi hari.
- Danau Buyan & Danau Tamblingan: Dua danau yang terletak berdampingan seakan-akan seperti danau kembar, kedua danau ini hanya dapat anda lihat dari atas danau tepatnya dari desa asah.
- Air Terjun Gitgit & Air Terjun Kembar (Twin Waterfall): Air terjut Gitgit merupakan air terjun tertinggi di Bali, sedangkan air terjun kembar atau warga disana menyebutnya air terjun campuhan terletak diatas air terjun gitgit, jaraknya tidak begitu jauh dari air terjun gitgit.
- Air Panas Banjar: Atau yang lebih terkenal dengan nama yeh panes banjar, merupakan pemandian air panas yang ramai dikunjungi wisatawan baik domestik maupun manca negara.
- Kota Singaraja: Salah satu obyek wisata favorit di kota singaraja adalah pelabuhan yang menjadi pusat wisata kuliner. Disini banyak terdapat rumah makan terapung yang menyediakan aneka masakan nusantara.
- Pantai Pemuteran: Salah satu pantai terindah yang dimiliki kabaputen Buleleng, memiliki keanekaragaman terumbu karang sehingga banyak wisatawan menyelam disini.
- Pulau Menjangan: Memiliki keindahan terumbu karang yang masuk dalam 10 besar terumbu karang terindah di Indonesia. Disini anda juga bisa melihat satwa menjangan yang hidup bebas di alam liar.
- Taman Nasional Bali Barat: Merupakan konservasi hutan lindung yang memiliki bermacam-macam jenis hewan endemik dan yang paling terkenal adalah burung Jalak Bali.
- Desa Julah & Desa Sembiran: Adalah dua desa kuno di Buleleng yang memiliki peninggalan-peninggalan pada masa megalitik. Disini terdapat situs Batu Gambir Apit, sebuah situs yang diyakini berusia 2000 tahun sebelum masehi.
- Museum Gedong Kirtya: Satu-satunya museum lontar di dunia, yaitu museum yang menyimpan, memilihara dan meneliti peninggalan berupa tulisan-tulisan, mantra yang ditulis pada daun lontar.
|
pantai lovina |
|
pantai lovina |
|
gitgit |
|
gitgit |
4. Kabupaten Gianyar ibukota Gianyar
Sejarah Kota Gianyar ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gianyar No.9 tahun 2004 tanggal 2 April 2004 tentang Hari jadi Kota Gianyar.
Sejarah dua seperempat abad lebih, tempatnya 236 tahun yang lalu, 19 April 1771, ketika Gianyar dipilih menjadi nama sebuah keraton, Puri Agung yaitu Istana Raja (Anak Agung) oleh Ida Dewa Manggis Sakti maka sebuah kerajaan yang berdaulat dan otonom telah lahir serta ikut pentas dalam percaturan kekuasaan kerajaan-kerajaan di Bali. Sesungguhnya berfungsinya sebuah kerton yaitu Puri Agung Gianyar yang telah ditentukan oleh syarat sekala niskala yang jatuh pada tanggal 19 April 1771 adalah tonggak sejarah yang telah dibangun oleh raja (Ida Anak Agung) Gianyar I, Ida Dewata Manggis Sakti memberikan syarat kepada kita bahwa proses menjadi dan ada itu bisa ditarik kebelakang (masa sebelumnya) atau ditarik kedepan (masa sesudahnya).
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis. di wilayah Gianyar sekarang dapat diinterprestasikan bahwa munculnya komunikasi di Gianyar sejak 2000 tahun yang lalu karena diketemukannya situs perkakas (artefak) berupa batu, logam perunggu yaitu nekara (Bulan Pejeng), relief-relief yang menggambarkan kehidupan candi-candi atau goa-goa di tebing-tebing sungai (tukad) Pakerisan.
Setelah bukti-bukti tertulis ditemukan berupa prasasti diatas batu atau logam terindetifikasi situs pusat-pusat kerajaan dari dinasti Warmadewa di Keraton Singamandawa, Bedahulu. Setelah ekspedisi Gajah Mada (Majapahit) dapat menguasai Pulau Bali maka di bekas pusat markas laskarnya dirikan sebuah Keraton Samprangan sebagai pusat pemerintahan kerajaan yang dipegang oeleh Raja Adipati Ida Dalem Krena Kepakisan (1350-1380), sebagai cikal bakal dari dinasti Kresna Kepakisan, Kemudian Keraton Samprangan berusia lebih kurang tiga abad. Lima Raja Bali yang bergelar Ida Dalem Ketut Ngulesir (1380-1460),2) Ida Dalem Waturenggong (1460-1550),3) Ida Dalem Sagening (1580-1625) dan 5) Ida Dalem Dimade (1625-1651). Dua Raja Bali yang terakhir yaitu Ida Dalem Segening dan Ida Dalem Dimade telah menurunkan cikal bakal penguasa di daerah-daerah. Ida Dewa Manggis Kuning (1600-an) penguasa di Desa Beng adalah cikal bakal Dinasti Manggis yang muncul setelah generasi II membangun Kerajaan Payangan (1735-1843). Salah seorang putra raja Klungkung Ida Dewa Agung Jambe yang bernama Ida Dewa Agung Anom muncul sebagai cikal bakal dinasti raja-raja di Sukawati (1711-1771) termasuk Peliatan dan Ubud. Pada periode yang sama yaitu periode Gelgel muncul pula penguasa-penguasa daerah lainnya yaitu I Gusti Ngurah Jelantik menguasai Blahbatuh dan kemudian I Gusti Agung Maruti menguasai daerah Keramas yang keduanya adalah keturunan Arya Kepakisan.
Dinamika pergumulan antara elit tradisional dari generasi ke generasi telah berproses pada momentum tertentu, salah seorang diantaranya sebagai pembangunan kota keraton atau kota kerajaan pusat pemerintahan kerajaan yang disebut Gianyar. Pembangunan Kota kerajaan yang berdaulat dan memiliki otonomi penuh adalah Ida dewa Manggis Sakti, generasi IV dari Ida Dewa Manggis Kuning. Sejak berdirinya Puri Agung Gianyar 19 April 1771 sekaligus ibu kota Pusat Pemerintah Kerajaan Gianyar adalah tonggak sejarah. Sejak itu dan selama periode sesudahnya Kerajaan Gianyar yang berdaulat, ikut mengisi lembaran sejarah kerajaan-kerajaan di Bali yangterdiri atas sembilan kerajaan di Klungkung, Karangasem, Buleleng, Mengwi, Bangli, Payangan, Badung, Tabanan, dan Gianyar. Namun sampai akhir abat ke-19, setelah runtuhnya Payangan dan Mengwi di satu pihak dan munculnya Jembrana dilain pihak maka Negaraa): Klungkung, Karangasem, Bangli dan Gianyar (ENI, 1917).
Ketika Belanda telah menguasai seluruh Pulau Bali, Kedelapan bekas kerajaan tetap diakui keberadaannya oleh Pemerintah Guberneurmen namun sebagai bagian wilayah Hindia Belanda yang dikepalai oleh seorang raja (Selfbestuurder) di daerah Swaprajanya masing-masing. Selama masa revolusi, ketika daerah Bali termasuk dalam wilayah Negara Indonesia Timur (NIT) otonomi daerah kerjaan (Swapraja) kedalam sebuah lembaga yang disebut Oka, Raja Gianyar diangkat sebagai Ketua Dewan Raja-raja menggantikan tahun 1947. Selain itu pada periode NTT dua tokoh lainnya yaitu Tjokorde Gde Raka Sukawati (Puri Kantor Ubud) menjadi Presiden NIT, dan Ida A.A. Gde Agung (Puri Agung Gianyar) menjadi Perdana Menteri NIT, Ketika Republik Indonesia Serikat (RIS) kembali ke Negara Kesatuan (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950, maka daerah-daerah diseluruh Indonesia dengan dikeluarkan Undang-undang N0. I tahun 1957, yang pelaksanaannya diatur dengan Undang-Undang No.69 tahun 1958 yang mengubah daerah Swatantra Tingkat II (Daswati II). Nama Daswati II berlaku secara seragam untuk seluruh Indonesia sampai tahun 1960. Setelah itu diganti dengan nama Derah Tingkat II (Dati II).
Namun Bupati Kepala Derah Tingkat II untuk pertama kalinya dimilai pada tahun 1960. Bupati pertama di DatiII Gianyar adalah Tjokorda Ngurah (1960-1963). Bupati berikutnya adalah Drh. Tjokorda Anom Pudak (1963-1964) dan Bupati I Made Sayoga, BA (1964-1965).
Ketika dilaksanakannya Undang-Undang No. 18 tahun 1965, maka DATI II diubah dengan nama Kabupaten DATI II. Kemudian disempurnakan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No.5 tahun 1974 yang menggantikan nama Kabupaten. Kepala daerahnya tetap disebut Bupati.
Sejak tahun 1950 sampai sekarang yang hampir lima dasawarsa lebih telah tercatat sembilan orang Kepala Pemerintahan/Bupati Gianyar yaitu: 1. A.A. Gde Raka (1950-1960),2) Tjokorde Ngurah (1960-1963),3) Drh. Tjokorde Dalem Pudak (1963-1964), 4) I Made Sayonga (1964-1965),5) Bupati I Made Kembar Kerepun (1965-1969), 6) Bupati A.A. Gde Putra, SH (1969-1983), 7) Bupati Tjokorda Raka Dherana, SH (1983-1993), Bupati Tjokorda Gde Budi Suryawan, SH (1993-2003), dan 9) Bupati A.A.G. Agung Bharata, SH (2003-2008). Dari sisi otonomi jelas nampak, proses perkembangan yang terjadi di Kota Gianyar. Otonomi dan berdaulat penuh melekat pada Pemerintah kerjaan sejak 19 April 1771 kemudian berproses sampai otonomi Daerah di Tingkat II Kabupaten yang diberlakukan sampai sekarang.
Berbagai gaya kepemimpinan dan seni memerintah dalam sistem otonomi telah terparti di atas lembaran Sejarah Kota Gianyar. Proses dinamika otonomi cukup lama sejak 19 April 1771 sampai 19 April 2005 saat ini, sejak kota keraton dibangun menjadi pusat pemerintahan kerajaan yang otonomi sampai sebuah kota kabupaten, nama Gianyar diabadikan. Sampai saat ini telah berusia 234 tahun, para pemimpin wilayah kotanya, dari raja (kerajaan) sampai Bupati (Kabupaten), memilikiciri dan gaya serta seni memerintah sendiri-sendiri di bumi seniman. Seniman yang senantiasa membumi di Gianyar dan bahkan mendunia.
5. Kabupaten Jembrana ibukota Negara
Sejarah Kabupaten Jembrana
Berdasarkan bukti-bukti arkeologis dapat di interprestasikan bahwa munculnya komunitas di Jembrana sejak 6000 tahun yang lalu. Dari perspektif semiotik, asal-usul nama tempat atau kawasan mengacu nama-nama fauna dan flora. Munculnya nama Jembrana berasal dari kawasan hutan belantara (Jimbar-Wana) yang dihuni raja ular (Naga-Raja). Sifat-sifat mitologis dari penyebutan nama-nama tempat telah mentradisi melalui cerita turun-temurun di kalangan penduduk. Berdasarkan cerita rakyat dan tradisi lisan (folklore) yang muncul telah memberi inspirasi di kalangan pembangun lembaga kekuasaan tradisional (raja dan kerajaan)
Raja dan pengikutnya yaitu rakyat yang berasal dari etnik Bali Hindu maupun dari etnik non Bali yang beragama Islam telah membangun kraton sebagai pusat pemerintahan yang diberi nama Puri Gede Jembrana pada awal abad XVII oleh I Gusti Made Yasa (penguasa Brangbang). Raja I yang memerintah di kraton (Puri) Gede Agung Jembrana adalah I Gusti Ngurah Jembrana. Selain kraton, diberikan pula rakyat pengikut (wadwa),busana kerajaan yang dilengkapi barang-barang pusaka berupa tombak dan tulup. Demikian pula keris pusaka yang diberi nama "Ki Tatas" untuk memperbesar kewibawaan kerajaan. Tercatat bahwa ada tiga orang raja yang berkuasa di pusat pemerintahan yaitu di Kraton (Puri) Agung Jembrana.
Sejak kekuasaan kerajaan dipegang oleh Raja Jembrana I Gusti Gede Seloka, Kraton (Puri) baru sebagai pusat pemerintahan dibangun. Kraton (Puri) yang dibangun itu diberi nama Puri Agung Negeri pada awal abad XIX. Kemudian lebih dikenal dengan nama Puri Agung Negara. Patut diketahui bahwa raja-raja yang memerintah di Kerajaan Jembrana berikutnya pun memusatkan birokrasi pemerintahannya di Kraton (Puri) Agung Negara. Patut dicatat pula bahwa ada dua periode birokrasi pemerintahan yang berpusat di Kraton (Puri) Agung Negara.
Periode pertama ditandai oleh birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional yang berlangsung sampai tahun 1855. Telah tercatat pada lembaran dokumen arsip pemerintahan Gubernemen bahwa kerajaan Jembrana yang otonom diduduki oleh Raja Jembrana V (Sri Padoeka Ratoe) I Goesti Poetoe Ngoerah Djembrana (1839 - 1855). Ketika berlangsung pemerintahannya lah telah ditanda tangani piagam perjanjian persahabatan bilateral anatara pihak pemerintah kerajaan dengan pihak pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Gubernemen) pada tanggal 30 Juni 1849.
Periode kedua selanjutnya digantikan oleh birokrasi modern, melalui tata pemerintahan daerah (Regentschap) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Keresidenan Banyuwangi. Pemerintahan daerah Regentschap yang dikepalai oleh seorang kepala pribumi (Regent) sebagai pejabat yang dimasukkan dalam struktur birokrasi Kolonial Modern Gubernemen yang berpusat di Batavia. Status pemerintahan daerah (Regentschap) berlangsung selama 26 tahun (1856 - 1882).
Pada masa Kerajaan Jembrana VI I Gusti Ngurah Made Pasekan (1855 - 1866) mengalami dua peralihan status yaitu 1855 - 1862 sebagai Raja Jembrana dan 1862 - 1866 sebagai status Regent (Bupati) kedudukan kerajaan berada di Puri Pacekan Jembrana.
Ketika reorganisasi pemerintahan di daerah diberlakukan berdasarkan Staatblad Nomor 123 tahun 1882, maka untuk wilayah administratif Bali dan Lombok diberi status wilayah administratif Keresidenan tersendiri. Wilayah Keresidenan Bali dan Lombok dibagi lagi menjadi dua daerah (Afdelingen) yaitu Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana berdasarkan Staatblad Nomor 124 tahun 1882 dengan satu ibukota yaitu Singaraja. Selanjutnya daerah Afdeling Jembrana terbagi atas distrik-distrik yang pada waktu itu terdiri dari tiga distrik yaitu Distrik Negara, Distrik Jembrana, dan Distrik Mendoyo. Masing-masing distrik dikepalai oleh seorang Punggawa. Selain distrik juga diberlakukan jabatan Perbekel, khusus yang mengepalai komunitas Islam dan komunitas Timur Asing sebagai kondisi daerah yang unik dari sudut interaksi dan integrasi antar etnik dan antar umat beragama.
Sejak reorganisasi tahun 1882 telah ditetapkan dan disyahkan nama satu ibukota untuk Keresidenan Bali dan Lombok yaitu Singaraja, yang akan membawahi daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Akan tetapi, pada proses waktu selanjutnya memperhatikan munculnya aspirasi masyarakat di dua daerah afdeling (Buleleng dan Jembrana), maka pihak Gubernemen menanggapi positif.
Respon positif pihak Gubernemen di Batavia dapat dibuktikan dengan diterbitkannya sebuah Lembaran Negara (Staatsblad) tersendiri untuk melakukan pembenahan (Reorganisasi) tata pemerintahan daerah di daerah-daerah (Afdeling) Buleleng dan Jembrana. Pihak Gubernemen dan segenap jajaran bawahan di Departemen Dalam Negeri (Binnenlandsch Bestuur) sangat memperhatikan dan mendukung sepenuhnya aspirasi masyarakat untuk menetapkan nama-nama ibukota Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Pihak Gubernemen dalam pertimbangannya ingin mengakhiri kebiasaan yang menyebut nama Ibukota Afdeling Buleleng dan Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok dengan nama lebih dari satu. Semula (Tahun 1882-1895) hanya diberlakukan satu nama Ibukota yaitu Singaraja untuk wilayah Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak disetujui dan untuk kemudian, ditetapkanlah nama-nama Ibukota daerah tersendiri terhadap Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana di Keresidenan Bali dan Lombok. Berdasarkan Staatsblad Van Nederlandsch - Indie Nomor 175 Tahun 1895, sampai seterusnya ditetapkanlah Singaraja dan Negara sebagai ibukota dari masing-masing Afdeling. Dengan demikian, sejak 15 Agustus 1895 berakhirlah nama satu ibu kota: Singaraja sebagai ibukota Keresidenan Bali dan Lombok yang membawahi Daerah-daerah Afdeling Buleleng dan Afdeling Jembrana. Sejak itu pula dimulailah nama-nama Ibukota: Singaraja untuk Keresidenan Bali dan Lombok dan Daerah bagiannya di Afdeling Buleleng, serta Negara untuk Daerah Bagian Afdeling Jembrana.
Munculnya nama-nama Jembrana dan Negara hingga sekarang, memiliki arti tersendiri dari perspektif historis. Rupanya nama-nama yang diwarisi itu telah dipahatkan pada lembaran sejarah di Daerah Jembrana sejak digunakan sebagai nama Kraton (Puri) yaitu Puri Gede / Agung Jembrana dan Puri Agung Negeri Negara. Oleh Karena Kraton atau Puri adalah pusat birokrasi pemerintahan kerajaan tradisional, maka dapat dikatakan bahwa Jembrana dan Negara merupakan Kraton-kraton (Puri) yang dibangun pada permulaan abad XVIII dan permulaan abad XIX adalah tipe kota-kota kerajaan yang bercorak Hinduistik. Jembrana sebagai sebuah kerajaan yang ikut mengisi lembaran sejarah delapan kerajaan (asta negara) di Bali.
Sejak 1 Juli 1938, Daerah (Afdeling, regentschap) Jembrana dan juga daerah-daerah afdeling (Onder-afdeling, regentschap) lainnya di Bali ditetapkan sebagai daerah-daerah swapraja (Zelfbestuurlandschapen) yang masing-masing dikepalai oleh Zelfbestuurder (Raja). Raja di Swapraja Jembrana (Anak Agoeng Bagoes Negara) dan Raja-raja di swapraja lainnya di seluruh Bali terlebih dahulu telah menyatakan kesetiaannya terhadap pemerintah Gubernemen.
Anak Agung Bagoes Negara memegang tampuk pemerintahan di swapraja Jembrana secara terus-menerus selama 29 tahun meskipun terjadi perubahan tatanegara dalam sistem pemerintahan. Kepemimpinannya di Jembrana berlangasung paling lama dibandingkan dengan kepemimpinan yang dipegang oleh pejabat-pejabat pelanjutnya.Selama kepemimpinannya pula, dua nama yaitu Jembrana dengan ibukotanya Negara senantiasa terpateri dalam lembaran sejarah pemerintah di Jembrana, baik dalan periode Pendudukan Jepang (Tahun 1943-1945), peiode Republik Indonesia yang hanya beberapa bulan (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Indonesia Timur (Tahun 1946-1950) maupun pada waktu kembali ke periode bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (Tahun 1950-1958).
Jabatan Bupati Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Jembrana untuk pertama kalinya dijabat oleh Ida Bagus Gede Dosther dari tahun 1959 sampai tahun 1967. Pada periode selanjutnya jabatan Bupati Kepala Daerah Tingkat II Jembrana dijabat oleh Bupati Kapten R. Syafroni (Tahun 1967-1969); Pjs Bupati Drs. Putu Suasnawa (11 Maret - 30 Juni 1969); Bupati I Ketut Sirya (30 Juli 1969-31 Juli 1974); Pjs Bupati Drs. I Nyoman Tastra (31 Juli 1974 - 28 Juli 1975); Bupati Letkol. Liek Rochadi (28 Juli 1975 - 26 Agustus 1980); Bupati Drs. Ida Bagus Ardana (26 Agustus 1980 - 27 Agustus 1990); Bupati Ida Bagus Indugosa,S.H Selama dua kali masa jabatan (27 Agustus 1990 - 27 Agustus 1995 dan dari 27 Agustus 1995 - 27 Agustus 2000); Plt Bupati I Ketut Widjana, S.H (28 Agustus 2000 - 15 Nopember 2000), Prof.Dr.drg. I Gede Winasa menjabat sebagai Bupati Jembrana selama dua periode (15 Nopember 2000 - 10 Oktober 2010) dan I Putu Artha SE, MM. sejak 16 Februari 2011 sampai saat ini.
Dapat dikatakan bahwa, sejak gelar "Bupati" yang mengepalai pemerintahan di Daerah Tingkat II Jembrana untuk pertama kali diberlakukan pada tahun 1959 sampai saat ini, nama "Negara" sebagai ibukota Daerah Kabupaten Jembrana tetap dilestarikan.
Momentum historis yang sungguh-sungguh terjadi itu sudah berlalu dan saat ini 15 Agustus 2002, "Negara" senagai ibukota Jembrana senantiasa terpatri dalam sejarah permerintahan di Jembrana.
sumber.
Objek Wisata Kabupaten Jembrana
Dusun Palasari, Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Bali
Banjar Pebuahan, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali
Desa Sangkaragung, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali
Jalan Udayana, KM 28 Baluk I, Desa Baluk satu, Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali – Indonesia
Desa Ekasari, Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana sekitar 26 km dari Kota Negara, Bali
Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana, Bali
Desa Delodbrawah, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana
-
Perancak merupakan sebuah daerah yang letakny10 km Barat Daya Desa Tegalcangkring, Jembrana
6. Kabupaten Karangasemibukota Karangasem
Sejarah Kabupaten Karangasem
Sebelum tahun 1908 Kabupaten Karangasem merupakan wilayah kerajaan di bawah kekuasaan raja-raja. Tercatat raja yang terakhir sampai tahun 1908 adalah Ida Anak Agung Gde Djelantik yang membawahi 21 Punggawa, yaitu Karangasem, Seraya, Bugbug, Ababi,
Abang, Culik, Kubu, Tianyar, Pesedahan, Manggis, Antiga, Ulakan, Bebandem, Sibetan, Pesangkan, Selat, Muncan, Rendang, Besakih, Sidemen dan Talibeng.
Setelah Belanda menguasai Karangasem, terhitung mulai tanggai 1 Januari 1909 dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda tertanggal 28 Desember 1908 No. 22, Kerajaan Karangasem dihapuskan dan dirubah menjadi Gauverments Lanschap Karangasem di bawah Pimpinan I Gusti Gde Djelantik (Anak angkat Raja Ida Anak Agung Gde Djelantik) yang memakai gelar Stedehouder. Jumlah kepunggawaan pada saat itu diciutkan dari 21 menjadi 14, yaitu Karangasem, Bugbug, Ababi, Abang, Kubu, Manggis, Antiga, Bebandem, Sibetan, Pesangkan, Pesangkan Selat, Muncan, Rendang dan Sidemen.
Dengan Keputusan Gubernur Hindia Belanda tertanggal 16 Desember 1921 No. 27 Stbl No. 756 tahun 1921 terhitung mulai tanggal 1 Januari 1922, Gouvernements Lanschap Karangasem dihapuskan, dirubah menjadi daerah otonomi, langsung di bawah Pemerintahan Hindia Belanda, terbentuklah Karangasem Raad yang diketuai oleh Regent I Gusti Agung Bagus Djelantik, yang umum dikenal sebagai Ida Anak Agung Bagus Djelantik, sedangkan sebagai Sekretaris dijabat oleh Controleur Karangasem. Sebagai Regent Ida Anak Agung Bagus Djelantik masih mempergunakan gelar Stedehouder. Jumlah Punggawa yang sebelumnya berjumlah 14 buah dikurangi lagi sehingga menjadi 8 buah, yaitu : Rendang, Selat, Sidemen, Bebandem, Manggis, Karangasem, Abang, Kubu.
Dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda tertanggal 4 September 1928 No. I gelar Stedehouder diganti dengan gelar Ida Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem.
Dengan Keputusan Gubernur Djendral Hindia Belanda tertanggal 30 Juni 1938 No. 1 terhitung mulai tanggal 1 Juli 1938 beliau diangkat menjadi Zelfbesteur Karangasem (terbentuknya swapraja). Bersamaan dengan terbentuknya Zelfbesteur Karangasem, terhitung mulai tanggal 1 Juli 1938 terbentuk pulalah Zelfbesteur - Zelfbesteur di seluruh Bali, yaitu Klungkung, Bangli, Gianyar, Badung, Tabanan, Jembrana dan Buleleng, dimana swapraja-swapraja (Zelfbesteur) tersebut tergabung menjadi federasi dalam bentuk Paruman Agung.
Pada atahun 1942 Jepang masuk ke Bali, Paruman Agung diubah menjadi Sutyo Renmei. Pada tahun 1946 setelah Jepang menyerah, Bali menjadi bagian dari Pemerintah Negara Indonesia Timur dan Swapraja di Bali diubah menjadi Dewan Raja-Raja dengan berkedudukan di Denpasar dan diketuai oleh seorang Raja.
Pada bulan Oktober 1950, Swapraja Karangasem berbentuk Dewan Pemerintahan Karangasem yang diketuai oleh ketua Dewan Pemerintahan Harian yang dijabat oleh Kepala Swapraja (Raja) serta dibantu oleh para anggota Majelis Pemerintah Harian. Pada tahun 1951, istilah Anggota Majelis Pemerintah Harian diganti menjadi Anggota Dewan Pemerintah Karangasem. Berdasarkan UU No. 69 tahun 1958 terhitung mulai tanggal 1 Desember 1958, daerah-daerah swapraja diubah menjadi Daerah Tingkat II Karangasem.
Sejarah Singkat Kota Amlapura Menurut Pebancangah Babad Dalem, bahwa semenjak bertahta Raja I Dewa Karang Amla, Wilayah Kota Amlapura ini disebut Desa Batuaya. Kemudian tahta berganti sampai masa raja Ida Anak Agung Agung Anglurah Ketut Karangasem, yang istananya di Puri Amlaraja, pada saat itu sebutan Karangasem sudah dipakai, yang dalam hal ini dikukuhkan oleh Piagam Pura Bukit. Dengan bertahtanya Raja Anak Agung Gde Putu dan Anak Agung Gde Oka, Awig-Awig Desa Batuaya diubah menjadi Awig-Awig Amlapura. Kemudian dibawah pemerintahan Anak Agung Gde Jelantik, sebutan Wilayah Kota Amlapura ini kembali disebut Karangasem sebagai suatu pusat pemerintahan. Dengan Keputusan Mentri Dalam Negeri (Mendagri) tertanggal 28 November 1970 No. 284 tahun 1970, terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1970, Ibu Kota Karangasem diubah menjadi Amlapura, kembali sebagai nama Kerajaan Karangasem yang bertahta di Kota Karang Amla (Amla berarti Asem). Riwayat Singkat Lahirnya Nama Amlapura Pada saat itu semenjak terjadi penyerahan kekuasaan kerajaan Karangasem dari pemegang tampuk kekuasaan Raja Batuaya kepada pihak Puri Karangasem, merupakan masa peralihan
dari sistim kerajan kepada sistem Pemerintahan Republik, dimana wilayah Kota Amlapura sekarang bernama Amlanegantun. Mula-mula Ibu Kota Karangasem masih berpusat dengan nama Karangasem pula. Mengingat beberapa Kabupaten di Bali sudah memiliki Ibu Kota seperti Buleleng dengan Kota Singaraja -
Singa Ambararaja, Jembrana dengan Kota Negara, Badung dengan Ibu Kota Denpasar, maka dicarilah upaya untuk mencari nama terbaik Ibu Kota Karangasem.
Anak Agung Gde Karang yang menjadi Bupati saat itu berkonsultasi dengan Ketua DPRD Ida Wayan Pidada, hingga menemukan nama Amlepure (Amlapura) yang artinya, Amla berarti buah-buahan, sebagaimana layaknya daerah Karangasem yang memiliki potensi buah-buahan yang sangat beragam, buah apapun yang ada di Bali di Karangasem pun ada. Dari asal nama wilayah Amlanegantun dan sebagai pusat buah-buahan yang beragam, maka lahirlah nama Amlapura (Pura = tempat, Amla = buah). Nama Amlapura akhirnya diresmikan sebagai Ibu Kota Kabupaten Karangasem dengan turunnya Kep. Mendagri tanggal 28 Nopember 1970 No. 284 tahun 1970, dan terhitung mulai tanggal 17 Agustus 1970, Kota Karangasem sebagai Ibu Kota Dati II diubah menjadi Amlapura, bersamaan dengan Upacara Pembukaan Selubung Monument Lambang Daerah, oleh Panglima Daerah Kepolisian (Pangdak) XV Bali, sebagai Panji kebanggaan Kabupaten Karangasem di Lapangan Tanah Aron. Dan yang menggembirakan saat itu Kabupaten Karangasem menerima penghargaan Sertifikat dan Tropy Patung dan hadiah berupa uang Rp. 200,00 sebagai Kabupaten Terbersih di Bali. Kini Karangasem pada peringatan hut Kota Amlapura ke-39 juga menjadi Kota Terbersih tidak hanya se-Propinsi Bali tetapi se-Indonesia dengan meraih Trophy Adipura.
Lambang Daerah diambil dari simbol Gunung Agung yang mengepulkan asap dengan membentuk Pulau Bali dengan Tugu Pahlawan di tengah, dikelilingi padi dan kapas menandakan simbol kemakmuran Gunung Agung dengan Pura Besakih sebagai pusat ritual umat Hindhu serta memiliki sejarah sebagai daerah perjuangan, murah sandang pangan, gemah ripah loh jinawi berkat lahar Gunung Agung. Sedangkan garis merah merupakan simbol Karangasem ngemong Pura Kiduling Kreteg di Besakih.
Objek Wisata Karengasem
1. Taman Ujung
Taman Ujung didirikan tahun 1919 oleh Raja Karangasem terakhir, terletak di Desa Tumbu, yang waktu itu digunakan sebagai tempat perisitirahatan Raja Karangasem. Karena keindahannya Taman Ujung di sebut sebagai "Istana Air". Konstruksi arsitektur Taman Ujung memiliki kemiripan dengan Taman Air Tirtagangga dan Puri Agung Karangasem.
2. Candi Dasa
Candidasa adalah menjadi daerah tujuan utama dari para wisatawan yang datang ke Karangasem, terletak di wilayah Bugbug, Kecamatan Karangasem. Candidasa terkenal sebagai replika pantai Kuta karena sama - sama memiliki pasir putih. Sangat cocok untuk olah raga air seperti berenang, menyelam dan snorkeling.
3. Tulamben
Tulamben sangat terkenal di Bali sebagai tempat untuk melakukan aktivitas diving dan snoerkeling. Disini kita dapat jumpai Kapal US Liberty yang tenggelam waktu perang dunia II. Karang lautnya banyak terdapat populasi berbagai jenis ikan tropis yang sangat indah. Karena keindahan launtnya Tulamben dujuluki sebagai sorganya bagi pencinta diving dan snorkeling. Tulamben terletak di Kecamatan Kubu 21 Km Utara Karangasem.
4. Besakih
Besakih terletak di Kecamatan Rendang. Besakih menawarkan panorama dengan backdrop Gunung Agung yang memiliki ketinggian 3142 meter. Pada bagian lereng Gunung Agung terletak sebuag Pura dengan nama Pura Besakih yang di nela sebagai Pura terbesar di Bali sebagi temput suci bagi umat Hindu.
5. Bukit Jambul
Terletak di Desa Pesaban Kecamatan Rendang, 8 Km sebelah Utara Klungkung (Semarapura). Bukit jambul terkenal sebagi tempat perbehentian bagi wisatawan karena keindahan alam yang sangat alami di antaranya berupa sawah terasering.
6. Telaga Waja
Telaga Waja adalah sebuah sungai yang ada di Desa Rendang yang sangat cocok untuk aktivitas rafting. Telaga Waja memiliki air yang sangat bersih dan beberapa karang dan batu besar sepanjang aliran sungai.
7. Iseh
Iseh adalah objek wisata alam yang terletak di desa Sidemen. Panorama indah dengan udara yang sangat sejuk terletak dibagian bawah lereng Gunung Agung dengan hamparan sawah terasering sangat indah. Bila anda mengunjungi Iseh jangan lupa melihat proses pembuatan kain Endek dan Songket yang menggunakan cara tradisional dan yang sangat terkenal di Bali. Iseh terletak di Desa Sidemen.
8.Jemeluk
Jemeluk terletak di Desa Purwakerti, Kecamatan Abang. Panorama yang sangat indah terletak antara laut dan perbukitan. Jemeluk juga sangat cocok untuk melakukan diving dan snorkling karena keindahan alam bawah laut yang sangat indah. Setelah mjengunjungi tempat ini Anda dapat melanjutkan perjalanan Anda ke Tulamben dan Ke Taman Ujung lewat a Bunutan - Seraya - Ujung - Amlapura.
9. Tirtagangga
Terletak di Desa Abang, Kecamatan Abang hanya 6 km sebelah Utara Amlapura. Tirtagangga didirikan pada tahun 1948 oleh Raja Karangasem terakhir yang digunakan sebagai tempat istirahat keluarga raja. Arsitekturnya merupakan panduan antara Eropa, Cina dan arsitektur tradisional Bali. Dikelilingi oleh panorama yang sangat indah membuat Tirtagangga merupakan tujuan yang sangat penting untuk dikunjungi.
10. Puri Agung Karangasem
Amlapura merupakan Ibu Kota dari Kabuapten Karangasem, terletak 78 Km sebelah Timur Denpasar. Semenjak kerajaan Karangasem didirikan Amlapura merupakan pusat kerajaan. Objek wisata yang terletak di Amlapura adalah Puri Agung dengan perpaduan arsitek Bali, Cina dan Eropa. Puri ini didirikan oleh Anak Agung Gede Jelantik, raja pertama Karangasem. Di dalam istana kita akan menemukan koleksi foto dari keluarga para raja serta kostum yang dipakai raja saat itu.
11. Sibetan
Desa Sibetan sangat terkenal dengan buah salak, buah bersisik yang sangat nikmat. Desa Sibetan juga menyajikan panorama yang sangat indah dengan alam yang natural dan dengan pemandangan laut yang biru. Desa ini terletak di Kecamatan Bebandem sekitar 5 Km dari Putung.
12. Putung
Salah satu pemandangan yang sangat atraktif adalah Putung yang terletak di Desa Duda Timur, Kecamatan Selat. Lokasinya merupakan perpaduan antara lembah dan pegunungan dengan landscape yang sangat indah. Putung memiliki iklim yang sangat indah untuk rileksasi. Di sini juga dapat Anda jumpai buah Salak.
13. Tenganan Pegringsingan
Tenganan adalah Desa Bali Asli yang dikenal sebagai Bali Age. Terletak sekitar 5 Km sebelah Utara Candidasa. Tenganan sangat terkenal dengan budaya dan adat istiadat tradisional Bali. Ritual keagamaan berdasarkan kalendar yang mereka susun sendiri dan berbeda dengan kebanyakan masyarakat Bali lainnya.
Desa Tenganan menyajikan panorama yang sangat indah dengan backdrop bukit yang sangat indah. Desa ini juga merupakan tempat satu-satunya dimana orang akan menjumpai kain yang disebut sebagai Ikat Gringsing yang proses pewarnaanya menggunkan warna tradisonal.
14. Yeh Malet
Yeh Malet terletak di Desa Antiga Kecamatan Manggis, 33 Km sebelah Barat Amlapura. Yeh Malet merupak tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi dengan panorama Gunung Agung dan Pantai. Pantai ini sangat cocok untuk berenang, memancing dan Sunset View. Yeh Malet juga terkenal dengan proses pembutan garam secara tradisional.
15. Padang Bai
Padangbai merupak dermaga bagi kapal laut dan merupakan tempat penyebrangan dari Bali ke Lombok. Terletak di Desa Padangbai Kecamatan Manggis. Padangbai juga sangat cocok untuk melakukan aktivitas berenang, diving dan snorkeling. Padangbai sangat terkenal dengan pantai pasir putih dengan ikan tropis yang sangat menarik.
Kabupaten Klungkung
Sejarah Klungkung
Pengungkapan sejarah Klungkung dalam periode tertentu yaitu dari smarapura
Sampai Puputan Klungkung , berlangsung selama 222 tahun diharapkan dapat membuka bidang penelitian dan penulisan sejarah lokal Indonesia. Kerajaan Klungkung berdiri bersamaan dengan dibangunnya kroton Smarapura tahun 1686
Dan diakhiri dengan Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai Kerajaan terakhir di Bali yang melakukan perlawanan dengan cara puputan dalam mempertahankan eksistensinya sebagai kerajaan yang merdeka terhadap meluasnya praktek politik kolonial Belanda di Nusantara. Dengan mengungkap sejarah Klungkung secara perosesual dan secara struktural maka kerangka sejarah lokal di indonesia akan makin tampak variasinya disetiap lokal. Tiap - tiap lokal memiliki cara - caranya sendiri untuk membangun kerajaannya dan kemudian mengadakan perlawanan terhadap kolonialisme di Indonesia.
Beberapa permasalahan yang telah diajukan pada bab pendahuluan perlu diberikan kerangka pemecahan. Pengungkapan masalah-masalah proses berdirinya kerajaan Klungkung, struktur pemerintahan kerajaan, hubungan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme Belanda, semuanya bertuijuan ingin memahami sikap para pelaku sejarah kerajaan atau dinamika intern kerajaan Klungkung pada jamannya. Di situ tampak juga sikap- sikap yang reaktip dan selektip pada jamannya. Ia akan terikat kepada tiga dimensi waktu yaitu waktu lampau, waktu sekarang, dan waktu yang akan datang.
Dua makna dapat dipetik dari pengungkapan sejarah Klungkung dalam kesimpulan ini dan sekaligus dimaksud untuk memberi pemecahannya, yaitu sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indonesia, dan sejarah Klungkung adalah satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia. Makna pertama menitik beratkan kepada dimensi waktu lampau untuk memetik niali-nilai historis dalam konteks sejarah Indonesia. Sedangkan makna ke dua lebih menekankan pada dimensi waktu sekarang dan yang akan datang untuk memetik nilai-nilai di dalam sejarah Klungkung terutama nilai puputan sebagai satu bentuk kepribadian bangsa Indonesia yang bermanfaat dalam mengisi kemerdekaan dengan segala aktivis yang dilancarkan seperti pembangunan danmodernisasi itu sendiri. Oleh karena pembangunan dan modernisasi yang diterapkan senantiasa mempunyai implikasi etis, maka perlu dikembangkan pembangunan dan modernisasi yang berwajah manusiawi. Salah satu nilai manusiawi atau kepribadian nasional dapat digaliu dari sejarah daerahnya.
Sejarah Klungkung dalam kerangka sejarah Indoneia.
Wilayah Indonesia tidak merupakan konteks historis yang statis. Sebagai rangkaian hubungan-hubungan menunjukkan dinamika yang disebabkan oleh penggeseran dalam hubungan antara daerah-daerah. Konfigurasi antar daerah inilah yang menjadi kerangka sejarah Indonesia sebagai kesatuan. Sementara itu tidak boleh diabaikan kekuatan-kekuatan historis yang datang dari luar sebagai akibat dari rantai hubunmgan komersial selama periode V. O. C. dan kemudian perluasan kekuasaan Hindia Belanda yang berpusat di Batavia. Apabila kita melihat darerah perdagangan budak sebagai suatu unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari hubungan komersial pada jamannya. Begitu juga apabila dilihat raksi-reaksi yang muncul berupa perlawanan yang dilakukan kerajaan Klungkung baik pada waktu Perang Kusamba tahun 1849 maupun Puputan Klungkung tahun 1908 sebagai unit fungsional, maka wilayah kerajaan Klungkung menjadi sub unit dari sejarah Indonesia sebagai unit.
Sesuai dengan perspektif Indonesiasentris yang muncul, terutama hendak menempatkan peranan bangsa Indonesia sendiri sebagai fokus proses sejarah, maka peranan kerajaan Klungkung selama 222 tahun beserta rangkaian historis yang melekat padanya tidak bisa diabaikan dari konteks sejarah Indonesia. Dapat dikatakan bahwa pada tingkat lokal seperti di Klungkung praktek politik kolonial tampak dengan jelas. Dinamika interen kerajaan Klungkung tampak jelas dalam sikapknya yang reaktip dan selektip dengan perlawanan yang dilakukan terhadap praktek - praktek politik kolonial Belanda. Dalam hubungan ini persoalan yang menarik ialah bagaimana kesatuan sosio-kultural kerajaan Klungkung mempertahankan dirinya dalam menghadapi pengaruh-pengaruh dari luar, kolonialisme Belanda.
Dengan pendekatan struktural dapat diungkapkan bahwa sebelum periode kolonial, kerajaan Klungkung memiliki sistem sosio-kulturalnya sendiri yang banyak dipengaruhi oleh unsur-unsur Hindu dan tradisi Majapahit. Sedangkan selama periode kolonial yang ditandai oleh hubungan-hubungan dan intervensi kekuasaan kolonial yang semakin intensif, maka sejarah Klungkung berfokus pada aktivitas perlawanan kerajaan Klungkung terhadap kolonialisme .
Sebagai sebuah kerajaan secara struktur tampak unsur-unsur yang saling mengait di dalamnya. Hubungan antara kepemimpinan raja, Dewa Agung sebagai penjelmaan Wisnu [ gusti ] dengan rakyat [ kaula ] atau bagawanta [ surya ] dengan raja dan rakyatnya [ sisya ]. Stratifikasi sosial yang dipengaruhi oleh Hinduisme dengan pembagian yang mirip dengan kasta-kasta di India. Tradisi-tradisi kerajaan seperti ;tawan karang, mesatia, penobatan raja, hubungan dengan kerajaan-kerajaan laiannya, kerja sama antara kerajaan-kerajaan Bali dalam menghadapi musuh dari luar, hubungan kerajaan Klungkung dengan pemerintah Hindia Belanda . Tradisi -tradisi Majapahit seperti pusaka-pusaka keraton seperti keris dan tombak, asal usul keturunan raja bersal dari Majapahit.
Masayarakat kerajaan tradisional di Klungkung ternyata memperlihatkan cirri-ciri masyarakat yang bertingkat-tingkat sesuai dengan golongan-golongan yang ada. Golongan sebagai unsure justru memperlihatkan saling terkaitnya antara golongan dalam pelbagai bidang kehidupan dan secara bersama-sama membentuk satu struktur. Dalam situasi sosio-kultural seperti inilah kelompok elite yang memimpin tumbuh dan dibesarkan serta berpengaruh di masyarakat. Pengaruh yang sangat kuat tampak jelas dalam peran yang dimainkan oleh elite politik dan religius senantiasa bias dikembalikan pada golongan brahmana. Raja-raja yang memerintah sampai raja terakhir yaitu Dewa Agung Jambe dengan para kerabatnya yang memegang kekuasaan disatu pihak dan Bagawanta dipihak lain memiliki posisi sentral dalam pemerintahan di Klungkung, Posisi sentral kelompok pemimpin ini diperkuat lagi dengan adanya bentuk-bentuk kepercayaan yang bersifat magis. Kepercayaan terhadap kekuatan magis dan kitos tentang tokoh pemimpin terutama sangat menonjol sekitar pribadi raja, Dewa Agung, yang dianggap sebagai penjelmaan Wisnu. Benda-benda pusaka seperti keris, tombak dan meriam I Seliksik memegang peranan penting dalam menamhbah kewibawaan raja, yang memerintah.
Cara bertahan dan melawan kerajaan Klungkung terutama terhadap ekspedisi-ekspedisi militer Belanda tidak bias dicari dalam kondisi fisiknya saja, tetapi harus dicari juga dalam kondisi non fisik yang meliputi ideology dan system kepercayaan, kondisi politik, ekonomi dan social budaya kerajaan, kepemimpinan, pengerahan laskar dan sebagainya. Kondisi-kondisi tersebut saling kait mengait dan telah mematangkan situasi untuk kemudian meletus menjadi perlawanan yang amat spontan.
Kondisi politik yang telah mematangkan situasi perlawanan ialah usaha-usaha untuk mengurangi9 dan menyerahkan kedaulatan kerajaan Klungkung ke dalam wilayah Hindia Belanda, seperti perjanjian tahun 1841 yang disodorkan oleh Gubernemen Belanda kepada Dewa Agung di Klungkung. Dua Tahun kemudian yaitu pada tanggal 24 Mei 1843 diadakan perjanjian penghapusan tradisi tawan karang kerajaan Klungkung. Perjanjian ini telah menimbulkan rasa tidak senang dikalangan pejabat kerajaan seperti Dewa Agung Istri Balemas, Dewa Ketut Agung, Anak Agung Made Sangging dan pengikutnya. Ditambah dengan sebab-sebab lainnya seperti perampasan dua buah kapal yang kandas di Bandar Batulahak (Kusamba)keterlibatan laskar Klungkung dalam perang antara Buleleng dengan Militer Belanda di Jagaraga Tahun 1848 - 1849 mempertajam permusuhan antara pihak Belanda dengan pihak kerajaan Klungkung. Permusuhan dan rasa tidak puas Dewa Agung Istri Balemas memuncak, dan akhirnya meletus menjadi perang terbuka yaitu perang Kusamba Tahun 1849. Pada perang itulah Jendral Michiels tewas sebagai pimpinan ekspedisi militer Belanda.
Yang menarik dari peristiwa perang Kusamba menurut sumber penulis Belanda ialah munculnya tokoh wanita yaitu Dewa Agung Istri Balemas sebagai seorang sebagai seorang wanita yang sangat benci dan menentang intervensi Belanda dan ia dianggap pemimpin golongan yang senantiasa menggagalkan perjanjian perdamaian dengan pihak Belanda. Beberapa wanita di daerah-daerah lainnya di Nusantara yang termasuk yang termasuk tipe wanita seperti Dewa Agung Istri Balemas yang menarik perhatian penulis Belanda justru karena mereka melawan, menentang Belanda dapat disebutkan seperti Cut Nyak Dien dan Cut Meutia di Aceh, R A Nyai Ageng Serang di Jawa Tengah dan Martha Christina Tiahahu di Maluku.
Diawal Abad ke - 20 disodorkan lagi perjanjian tentang Tapal Batas antara Kerajaan Gianyar dengan Kerajaan Klungkung, tepatnya pada tanggal 7 Oktober 1902. Setelah penandatanganan perjanjian Tapal Batas timbul perselisihan antara kerajaan Klungkung dengan Gubernemen mengenai Daerah Abeansemal, Vasal Kerajaan Klungkung yang berada di daerah kerajaan Gianyar. Dukungan raja Klungkung terhadap meletusnya perang Puputan di kerajaan Badung Tahun 1906 ditambah lagi menandatangani perjanjian tanggal 17 Oktober 1906 tentang kedaulatan Gubernemen atas kerajaan Klungkung menambah rasa benci dikalangan pembesar-pembesar kerajaan seperti Cokorda Gelgel dan Dewa Agung Smarabawa yang sejak semula menolak menandatangani kontrak politik itu. Perjanjian yang disebut terakhir ini telah menurunkan status kenegaraan dan politik kerajaan Klungkung sebagai sesuhunan raja-raja Bali. Hal ini memperkuat sikap menentang Dewa Agung dan kalangan pembesar kerajaan yang memuncak pada perlawanan Puputan Klungkung tahun 1908. Perjanjian ini menunjukkan bahwa intervensi Belanda makin kentara dirasakan oleh I Dewa Agung dan pembesar kerajaan. Pengurangan pemasukan bagi kas kerajaan dan pembatasanhak berniaga kerajaan dirasakan sangat merugikan kerajaan.
Kondisi social budaya tampak makin goyahnya nilai-nilai tradisi karena makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Penghapusan adat mesatia di kerajaan Klungkung pada tahun 1904 merupakan bukti makin meluasnya pengaruh kehidupan barat. Dewa Agung dan pembesar dan pembesar kerajaan Klungkung timbul rasa khawatir akan punahnya nilai-nilai kehidupan tradisional mereka. Dalam hal ini ikatan tradisional dalam bentuk ketaatan terhadap atasan (kawula Gusti) merupakan factor kuat bagi terlaksanannya ajakan untuk menentang dan melawan.
Sistem kepercayaan yang sangat dipengaruhi oleh agama Hindu ternyata memegang peranan penting dan telah mewarnai tindakan perlawanan baik perang Kusamba maupun Puputan Klungkung. Kepercayaan terhadap karmapala mendorong para pengikut.
Objek Wisata di Klungkung
Monumen Puputan Klungkung
Tugu atau bangunan ini menjulang tinggi setinggi 28 meter dari alas/dasar bangunan di tengah-tengah kota Semarapura berbentuk Lingga-Yoni yang dibangun pada areal seluas 123 meter persegi, diberi nama Monumen Puputan Klungkung yang peresmiannya dilakukan oleh Bapak Menteri Dalam Negeri pada tanggal 28 April 1992. Seluruh bangunan monumen tersebut dibuat dengan batu hitam sehingga selaras dengan makna filsafat Hindu yaitu puputan atau perang habis-habisan yang dilakukan oleh putra-putri terbaik kerajaan klungkung bersama-sama dengan rakyatnya.
Lokasi Monumen puputan Klungkung terletak ditengah-tengah Kota Semarapura sehingga mudah dicapai dengan baik dari arah Denpasar, Besakih, Candi Dasa, karena berdiri di pinggiran jalur lalu lintas yang ramai. Letak monumen Puputan Klungkung sangat strategis karena berdekatan dengan Kertha Gosa/Taman Gili, Pusat Pertokoan, Pasar Tradisional dan Kantor Pemerintah.
Kunjungan Sejak dibukanya Monumen Puputan Klungkung telah banyak dikunjungi oleh wisatawan baik nusantara maupun mancanegara.
Deskripsi Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa pahlawannya, demikian untaian kata-kata yang menjadikan motivasi Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung dalam membangun monumen Puputan Klungkung guna mengenang dan menghargai jasa-jasa para pahlawan ksatria yang telah gugur dan rela mengorbankan jiwa raganya serta harta bendanya dalam mempertahankan dan menjunjung harga diri serta martabat nusa dan bangsa dari perkosaan oleh kolonial. Monumen Puputan Klungkung yangmerupakan Tugu peringatan dari suatu peristiwa bersejarah yang terjadi pada hari selasa Umanis tanggal 28 April 1908 dan pada areal monumen tersebut telah terjadi/pernah terjadi puputan atau perang habis-habisan yang merupakan satu bukti perlawanan gigih melawan usaha-usaha penjajah Belanda dalam menancapkan kuku-kuku imprealismenya. Rakyat Klungkung yang cinta kemerdekaan sangat menghormati dan menjunjung tinggi keluhuran dan kesucian tumpah darah dibawah pimpinan seorang raja yang berkuasa pada waktu itu dan diikuti para bahudanda yang setia telah gugur bergelimang darah akibat hantaman peluru-peluru Belanda. Itulah Klungkung yang walaupun wilayahnya hanyalah setitik kecil dari wilayah persada nusantara, namun sanggup menjunjung dan memegang teguh jiwa heroisme dan patriotisme melalui perang puputan. Monumen Klungkung berbentuk Lingga dan yoni didirikan di atas areal seluas 123 meter persegi, dilengkapi dengan 4 buah balai bengong pada sdudut-sudut halamannya. Bagian baweah lingga terdapat ruangan yang sangat besar berupa gedung persegi empat yang berpintu masuk berupa gapura sebanyak 4 buah yakni satu dari timur, satu dari selatan, satu dari barat dan satu lagi dari utara. Ketinggian monumen itu dari dasar sampai ke puncak lingga adalah 28 m. Sedangkan antara gedung/ruang bawah dengan lingga terdapat semmacam bangunan kubah bersegi delapan dialasi kembang-kembang teratai sebanyak 19 buah. Ini keseluruhannya mencerminkan tanggal 28 april 1908. Puputan Klungkung itu kini diperingati setiap tahun. Sedangkan di dalam ruangan monumen dilengkapi dengan diorama, yang menggambarkan perjuangan rakyat Klungkung bersama rajanya.
|
TEMPAT WISATA : - - - - - - - - - - - - - - - Desa Budaga sumber.
8. Kabupaten Tabanan ibukota Tabanan
Sejarah Tabanan
Di Bali, rumah jabatan tempat tinggal raja disebut "Puri Agung". Keberadaan Puri Agung Tabanan berkaitan dengan tokoh Arya Kenceng, yang dipercaya ikut datang bersama Gajah Mada ketika Majapahit menaklukkan Kerajaan Bedulu di Bali pada tahun 1343. Setelah dapat menaklukkan, Dalem Sri Kresna Kepakisan yang menjadi Raja Bali dengan kedudukan di Samprangan kemudian memberikan kekuasaan kepada Arya Kenceng untuk memerintah Tabanan, dengan pusat kerajaan atau Puri Agung yang terletak di Pucangan (Buahan), Tabanan.
Arya Kenceng adalah Raja Tabanan I, yang Kerajaannya berada di Pucangan/Buahan mempunyai putra :
1. Dewa Raka /Sri Megada Perabhu 2. Dewa Made /Sri Megada Natha 3. Kiayi Tegeh Kori 4. Nyai Tegeh Kori.
Sri Megada Natha, Raja Tabanan II, berputra :
1. Sirarya Ngurah Langwang 2. Ki Gusti Made Utara ( Madyatara ) 3. Ki Gusti Nyoman Pascima 4. Ki Gusti Wetaning Pangkung 5. Ki Gusti Nengah Samping Boni 6. Ki Gusti Batan Ancak 7. Ki Gusti Ketut Lebah 8. Kiyai Ketut Pucangan/Sirarya Ketut Notor Wandira.
Puri Agung Pindah Ke Tabanan
Puri Agung Beserta Pura Batur Kawitan di Pucangan Pindah Ke Tabanan pada jaman pemerintahan Sirarya Ngurah Langwang, Raja Tabanan III. Beliau menggantikan Ayahnya Sri Megada Natha menjadi raja, yang kemudian mendapat perintah dari Dalem Raja Bali agar memindahkan Kerajaannya / Purinya di Pucangan ke daerah selatan, hal ini kemungkinan disebabkan secara geografis dan demografis sulit dicapai oleh Dalem dari Gegel dalam kegiatan inspeksi.
Akhirnya Arya Ngurah Langwang mendapat pewisik, dimana ada asap (tabunan) mengepul agar disanalah membangun puri. Setelah melakukan pengamatan dari Kebon Tingguh, terlihat di daerah selatan asap mengepul ke atas, kemudian beliau menuju ke tempat asap mengepul tersebut, ternyata keluar dari sebuah sumur yang terletak di dalam area Pedukuhan yaitu Dukuh Sakti( di Pura Pusar Tasik Tabanan sekarang ).
Akhirnya ditetapkan disitulah beliau membangun Puri, setelah selesai, dipindahlah secara resmi Puri Agung / Kerajaannya beserta Batur Kawitannya dari Pucangan ke Tabanan ( Sekitar Abad 14 ). Oleh karena asap terus mengepul dari sumur seperti tabunan sehingga puri beliau diberi nama Puri Agung Tabunan, yang kemudian pengucapannya berubah menjadi Puri Agung Tabanan, sedangkan Kerajaannya disebut Puri Singasana dan Raja bergelar Sang Nateng Singasana. Selanjutnya Puri Agung Tabanan ditempati oleh Raja-Raja Tabanan berikutnya, yang juga menurunkan Pratisentana Arya Kenceng di berbagai Jero / Puri yang ada di Tabanan, sebagai berikut :
* Raja Tabanan ke : IV. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules. * V. Ki Gusti Wayahan Pemadekan * VI. Ki Gusti Made Pemadekan Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan * VII. Sirarya Ngurah Tabanan / Prabu Winalwan / Betara Mekules. ( Pelinggih / Tempat memuja dan mengaturkan sembah bakti kepada Beliau ada di Pura Batur Wanasari di Wanasari Tabanan. Petoyan / Odalan pada dina Anggara/Selasa Kliwon Dukut ) *
* VIII. Sirarya Ngurah Tabanan / Betara Nisweng Penida * IX. Ki Gusti Nengah Malkangin dan Ki Gusti Made Dalang *
* Pura Batur Wanasari Tabanan *
* X. Ki Gusti Bola * XI. Ki Gusti Alit Dawuh / Sri Megada Sakti * XII. Putra Sulung Sri Megada Sakti / Ratu Lepas Pemade * XIII. Ki Gusti Ngurah Sekar / Cokorda Sekar * XIV. Ki Gusti Ngurah Gede / Cokorda Gede Ratu * XV. Ki Gusti Ngurah Made Rai / Cokorda Made Rai * XVI. Kiyayi Buruan * XVII. Ki Gusti Ngurah Rai / Cokorda Rai. Berpuri di Penebel Tabanan * XVIII. Ki Gusti Ngurah Ubung * XIX. Ki Gusti Ngurah Agung / Ratu Singasana * XX. Sirarya Ngurah Tabanan / Ida Betara Ngeluhur Raja XX dari tahun 1868 s/d 1903, berputra :
1. Arya Ngurah Agung 2. Ki Gusti Ngurah Gede Mas 3. Arya Ngurah Alit 4. Ki Gusti Ngurah Rai Perang ( Membangun Puri Dangin ) 5. Ki Gusti Ngurah Made Batan ( Puri Dangin ) 6. Ki Gusti Ngurah Nyoman Pangkung ( Puri Dangin ) 7. I Gusti Ngurah Gede Marga ( Membangun Puri Denpasar Tabanan ) 8. I Gusti Ngurah Putu ( Membangun Puri Pemecutan Tabanan ), berputra : .
1. I Gusti Ngurah Wayan. 2. I Gusti Ngurah Made, berputra :
1. I Gusti Ngurah Gede 2. I Gusti Ngurah Mayun. 3. I Gusti Ngurah Ketut. 4. Sagung Nyoman. 5. Sagung Rai. 6. Sagung Ketut 7. Sagung Wah ( terkenal memimpin Bebalikan Wangaya melawan Belanda )
* XXI. Ki Gusti Ngurah Rai Perang / Cokorda Rai Perang dari 1903 s/d 1906
Zaman penjajahan Belanda Pada 27 September 1906, jaman penjajahan Belanda, Kerajaan Tabanan dikuasai oleh Belanda, Raja Tabanan saat itu, Cokorda Ngurah Rai Perang beserta Putra dan Saudara-Saudaranya ditawan oleh Belanda di Puri Denpasar.
Tanggal 28 September Puri Agung Singasana, Puri Mecutan Tabanan, Puri Dangin Tabanan, Puri Denpasar Tabanan dan beberapa yang lainnya dihancurkan oleh Belanda. Raja Tabanan Cokorda Ngurah Rai Perang dan seorang Putra Beliau ( I Gusti Ngurah Gede Pegeg ) dengan keberaniannya melakukan puputan(bunuh diri ) di Puri Denpasar, karena tidak mau tunduk atau menjadi tawanan Belanda.
Tanggal 29 September 1906 putra dan saudara-saudaranya di Puri Dangin Tabanan, Puri Pemecutan Tabanan dan Puri Denpasar Tabanan diselong / diasingkan ke Sasak Lombok. Setelah beberapa tahun diselong di Lombok, masih dalam masa penjajahan Belanda, putra dan saudaranya Alm. "Cokorda Ngurah Rai Perang" lagi dikembalikan ke Tabanan.
Dalam rangka memilih Kepala Pemerintahaan di Tabanan, Belanda juga mencari dan menerima saran-saran dari beberapa Puri / Jero yang sebelumnya ada dalam struktur kerajaan, tentang bagaimana tatacara memilih seorang raja di Tabanan sebelumnya. Setelah mempertimbangkannya, pada tanggal 8 Juli 1929, diputuskan sebagai Kepala / Bestuurder Pemerintahan Tabanan dipilih I Gusti Ngurah Ketut putra I Gusti Ngurah Putu ( putra Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) dari Puri Mecutan, dengan gelar Cokorda.
Setelah kemerdekaan sampai sekarang
Cokorda Ngurah Ketut berada di Puri Agung Tabanan bersama putra dan saudaranya ( I Gusti Ngurah Wayan, I Gusti Ngurah Made, Sagung Nyoman, Sagung Rai dan Sagung Ketut ). Pada jaman kerajaan, hanya raja dan putera mahkota saja yang menempati Puri Agung Tabanan, sedangkan putra-putra lainnya, oleh raja dibuatkan Puri / Jero baru beserta kelengkapannya. Seiring dengan terjadinya perubahan jaman dan pemerintahan, hal tersebut tidak berkelanjutan, dimana tidak dibangun lagi Puri Pemecutan Tabanan dan Puri-Puri/Jero-Jero baru.
Sekarang yang berada di Puri Agung Tabanan adalah kelanjutan keturunan Cokorda Ngurah Ketut dan Saudaranya, yang merupakan putera I Gusti Ngurah Putu ( Putera Sirarya Ngurah Agung Tabanan, Raja Tabanan ke XX ) yang berasal dari Puri Pemecutan Tabanan.
* Cokorda Ngurah Ketut berputera : o 1. I Gusti Ngurah Gede o 2. I Gusti Ngurah Alit Putra o 3. Sagung Mas o 4. I Gusti Ngurah Agung
Selanjutnya I Gusti Ngurah Gede, putera sulung Cokorda Ngurah Ketut menjadi Cokorda Tabanan, bergelar Cokorda Ngurah Gede, Raja Tabanan XXIII Maret 1947 s/d 1986 dan beliau menjabat Bupati Tabanan Pertama tahun 1950, tempat tinggal Beliau disebut Puri Gede / Puri Agung Tabanan. Cokorde Ngurah Gede (Raja Tabanan ke XXIII) sumber.
Objek Wisata Tabanan
Air terjun Blahmantung adalah air terjun yang berada di desa Pujungan, kecamatan Pupuan, Tabanan. Dari arah Kuta atau Denpasar menuju Air terjun Blahmantung
Taman kupu-kupu yang terletak di Desa Wanasari Kabupaten Daerah Tingkat II Tabanan, kurang lebih 5 km ke Utara kota Tabanan
Tanah Lot berada di Desa Beraban Kecamatan Kediri Kabupaten Tabanan, tanah lot berjarak sekitar 13 km barat Tabanan.
Bedugul berada di kabupaten Tabanan dan berjarak kurang lebih 70 km atau sekitar 2,5 jam dari Bandara Ngurah Rai.
9. Kota Denpasar
Sejarah Kota Denpasar
Nama Denpasar dapat bermaksud pasar baru, sebelumnya kawasan ini merupakan bagian dari Kerajaan Badung, sebuah kerajaan yang pernah berdiri sejak abad ke-19, sebelum kerajaan tersebut ditundukan oleh Belanda pada tanggal 20 September 1906, dalam sebuah peristiwa heroik yang dikenal dengan Perang Puputan Badung.
Setelah kemerdekaan Indonesia, berdasarkan Undang-undang Nomor 69 Tahun 1958, Denpasar menjadi ibu kota dari pemerintah daerah Kabupaten Badung, selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des.52/2/36-136 tanggal 23 Juni 1960, Denpasar juga ditetapkan sebagai ibu kota bagi Provinsi Bali yang semula berkedudukan di Singaraja.
Kemudian berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1978, Denpasar resmi menjadi ‘’Kota Administratif Denpasar’’, dan seiring dengan kemampuan serta potensi wilayahnya dalam menyelenggarakan otonomi daerah, pada tanggal 15 Januari 1992, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1992, dan Kota Denpasar ditingkatkan statusnya menjadi ‘’kotamadya’’, yang kemudian diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari 1992. sumber.
Objek Wisata Denpasar
1. Pantai Kuta.
Kuta terletak di Kabupaten Badung, berjarak 1,5 km dari Airport Ngurah Rai dan bisa ditempuh dengan 5 menit saja dan 20 menit dari pusat kota denpasar. Daerah ini merupakan sebuah tujuan wisata turis mancanegara, dan telah menjadi objek wisata andalan Pulau Bali sejak awal 70-an. Pantai Kuta sering pula disebut sebagai pantai matahari terbenam (sunset beach) sebagai lawan dari pantai Sanur. Pantai kuta terletak di selatan pulau bali.
2. Pantai Sanur.
Pantai Sanur adalah sebuah tempat pelancongan pariwisata yang terkenal di pulau Bali. Tempat ini letaknya adalah persis di sebelah timur kota Denpasar. Pantai Sanur adalah lokasi untuk berselancar (surfing). Terutama ombak pantai Sanur sudah termasyhur di antara para wisatawan mancanegara. Tak jauh lepas Pantai Sanur terdapat juga lokasi wisata selam dan snorkeling. Oleh karena kondisinya yang ramah, lokasi selam ini dapat digunakan oleh para penyelam dari semua tingkatan keahlian. Pantai Sanur juga dikenal sebagai Sunrise beach (pantai Matahari terbit) sebagai lawan dari Pantai Kuta.
3. Pantai Dreamland
Lokasi Dreamland Bali terletak di bukit Unggasan, satu jalur menuju Garuda Wisnu Kencana (GWK). Pantai dreamland letaknya sangat terpencil, dan sebaiknya bertanya kepada orang lokal disana setelah anda melewati GWK. Pantai Dreamland dikelilingi oleh tebing-tebing yang menjulang tinggi, dan dikelilingi batu karang yang lumayan besar di sekitar pantai. Lokasi pantai ini berada dalam kompleks Bali Pecatu Graha (Kuta Golf Link Resort) yaitu sekitar 30 menit dari pantai Kuta.
4. Seminyak
Pantai seminyak (beberapa orang menyebutnya Pantai Dhyanapura) terletak dikawasan desa seminyak kecamatan kuta kabupaten badung, pantai ini memiliki pasir yang sangat lembut dan landai. Di dekat pantai ini terdapat banyak restorant, hotel maupun villa. sehingga banyak wisatawan mancanegara datang, pun juga wisatawan lokal. Lokasi pantai seminyak juga menjadi satu dengan pantai double six.
5. GWK
GWK – Kepanjangan dari Garuda Wisnu Kencana, disimbulkan dengan patung dewa Wisnu yang berdiri tegak di bukit Unggasan. Patung dewa Wisnu memiliki tinggi 20 meter. Di tempat wisata GWK ini, para pengunjung bisa menikmati pemandangan dari matahari terbit dan matahari terbenam.
6. Pasar Sukawati Pasar Sukawati adalah pasar Seni yang sangat terkenal sampai ke penjuru dunia. Pasar seni Sukawati terdapat di Desa Sukawati Kabupaten Gianyar. Jarak dari airport Denpasar sekitar 30 kilometer, yang dapat anda tempuh dengan mobil selama 45 menit. Pasar seni Sukawati sangat terkenal karena menjual pakaian dan kerajinan traditional khas Bali dengan harga yang sangat murah. Pakaian seperti Batik yang berciri khas Batik ornamen Bali.
7. Bedugul – Kebun Raya Bedugul terletak di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan Bali. Jaraknya sekitar 62,6 km atau sekitar 1 jam 14 menit dari Bandara International Ngurah Rai dan 40 km dari Kota Singaraja lewat perjalanan darat. Bedugul menawarkan keindahan pemandangan alam daerah pegunungan dan danau.
8. Tanah Lot Tanah Lot adalah salah satu obyek wisata terkenal di pulau Bali. Terletak di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Jaraknya sekitar 13 km ke arah barat kota Tabanan. Dari Bandar udara Ngurah Rai dapat ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam dengan kendaraan bermotor jika tidak terjadi kemacetan.
9. Nusa Dua Terletak di paling ujung bagian tenggara pulau Bali, dan berjarak sekitar 40 kilometer dari kota Denpasar. Jika dari dari Bandara Internasional Ngurah Rai jaraknya kurang lebih 8 kilometer, atau sekitar tiga puluh menit perjalanan dengan menggunakan mobil. Nusa Dua sebagai salah satu tempat wisata di Bali, sangat terkesan akan kemewahan dan sangat tertata rapi. Kebersihan sangat terjaga dan pepohonan terpelihara. Bagi anda yang menginginkan untuk menginap di hotel resort, maka tempat ini adalah tempat yang tepat buat anda pilih untuk menginap.
10. Art Centre Art centre Bali atau Taman Budaya Bali ini adalah komplek bangunan dan stage yang didirikan untuk pementasan seni serta pengembangan seni Bali.
Sumber: |
http://www.jogang.com/2012/03/daftar-objek-wisata-di-bali.html
|
Pulau Bali |
|
|