Minggu, 26 Agustus 2012

Cara Belajar Efektif dan Efesien


Cara Belajar Efektif - Bagaimana sih kita menemukan metode yang efektif dalam proses belajar, terkhusus para siswa dan pelajar seringkali menemukan kendala dalam proses belajar efektif dan efisien. Semua pasti merasa yang namanya belajar itu identik dengan Beban! atau kewajiban! coba dech ubah pola pikir dulu, atau simplenya gini !kita belajar karena kita suka! atau kita belajar karena kita tau itu penting buat masa depan kita nanti! dimana sesorang yang berilmu itu akan mendapatkan penghargaan dan kehidupan yang layak! kalo pola pikir kita sudah berubah pasti Cara Belajar Efektif akan terlaksana dengan mudah.

Selanjutnya sedikit masukan berharga dalam mempersiapkan diri guna mendapatkan cara belajar efektif dan efisien :

1. Belajar Bersama Metode ini seringkali di katakan metode yang paling efektif karena dalam suasana belajar berkelompok yang cukup santai otak menjadi lebih rileks menerima ilmu - ilmu yang akan di serap. Selain itu hal - hal yang belum di ketahui akan lebih mudah di selesaikan dengan bekerja sama.

2. Buatlah Intisari Dari Setiap Pelajaran Buatlah rangkuman atau ringkasan dari setiap pelajaran yang anda dapatkan baik di sekolah maupun di tempat lain atau lewat belajar bersama diatas. hal ini akan lebih efisien mengingat intisari atau kesimpulan dari setiap pelajaran yang sudah dibaca ulang ini akan menjadi Kata-kata kunci yang nanti berguna waktu kita mengulang pelajaran selama ujian.

3. Disiplin Dalam Belajar Kedisiplinan memang perlu diterapkan dalam belajar, seperti disiplin waktu dan disiplin dalam berkonsentrasi pada pelajaran. Dengan adaya sifat disiplin dalam diri Anda, dapat dipastikan pelajaran yang Anda lakukan dapat efektif dan efisien.

4. Menjadi Aktif Bertanya dan Ditanya Jika ada hal yang belum jelas, maka tanyakan kepada guru, teman atau orang tua. Jika kita bertanya biasanya kita akan ingat jawabannya. Jika bertanya, bertanyalah secukupnya dan jangan bersifat menguji orang yang kita tanya.

5. Kembangkan Materi Yang Sudah di Pelajari Cobalah kita berpikir kritis ala ilmuwan. Buatlah beberapa pertanyaan yang belum disertakan dalam soal latihan. Minta tolong guru untuk menjawabnya. Kalau belum puas, cari jawabannya pada buku referensi lain atau internet. Cara ini mengajak kita untuk selalu berpikir ke depan dan kritis.

Terakhir segiat - giatnya kita belajar tapi jangan lupa untuk istirahat. Orang - orang sukses seperti steve jobs yang menjadi pintar karena mereka mempunyai metode - metode belajar efektif tersendiri, so ciptakan sendiri suasana belajar kondusif yang menurut mu bisa menjadi cara belajar efektif dan efisien.
sumber.

Hari Raya Galungan dan Kuningan

Kata "galungan" berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung.Galungan ini sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, WUKU yang kesebelas disebut Wuku galungan, sedangkan di Bali WUKU yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya berbeda, tapi artinya sama saja.Seperti halnya di Jawa dalam rincian pancawara ada sebutan Legi sementara di Bali disebut Umanis, yang artinya sama: manis. Agak sulit untuk memastikan bagaimana asal-usul hari raya galungan ini. Kapan sebenarnya galungan dirayakan pertamakali di Indonesia, terutama di Jawa dan di daerah lain khususnya di Bali. Drs. I Gusti Agung Gede Putra (mantan Dirjen Bimas Hindu dan Buddha Departemen Agama RI) memperkirakan, galungan telah lama dirayakan umat Hindu di Indonesia sebelum hari raya itu populer dirayakan di Pulau Bali. Dugaan ini didasarkan pada lontar berbahasa Jawa Kuna yang bernama Kidung Panji Amalat Resmi. Tetapi, kapan tepatnya galungan itu dirayakan di luar Bali dan apakah namanya juga sama galungan, masih belum terjawab dengan pasti. Namun di Bali, ada sumber yang memberikan titik terang. Menurut lontar Purana Bali Dwipa, galungan pertama kali dirayakan pada hari Purnama Kapat, Budha Kliwon Dungulan, tahun Saka 804 atau tahun 882 Masehi. Dalam lontar itu disebutkan: Punang aci galungan ika ngawit, Bu, Ka, Dungulan sasih kacatur, tanggal 15, isaka 804. Bangun indria Buwana ikang Bali rajya. Artinya: Perayaan (upacara) hari raya galungan itu pertama-tama adalah pada hari Rabu Kliwon, (Wuku) Dungulan sasih Kapat tanggal 15, tahun 804 Saka. Kondisi Bali bagaikan Indra Loka. Sejak itu galungan terus dirayakan oleh umat Hindu di Bali secara meriah. Setelah galungan ini dirayakan kurang lebih selama tiga abad, tiba-tiba - entah apa dasar pertimbangannya - pada tahun 1103 Saka perayaan hari raya itu dihentikan. Itu terjadi keti-ka Raja Sri Ekajaya memegang tampuk pemerintahan.Galungan juga belum dirayakan ketika tampuk pemerintahan dipegang Raja Sri Dhanadi. Selama galungan tidak dirayakan, konon musibah datang tak henti-henti.Umur para pejabat pemerintah konon menjadi relatif pendek. Ketika Sri Dhanadi mangkat dan digantikan Raja Sri Jayakasunu pada tahun 1126 Saka, barulah galungan dirayakan kembali, setelah sempat terlupakan kurang lebih selama 23 tahun. Keterangan ini bisa dilihat pada lontar Sri Jayakasunu. Dalam lontar tersebut diceritakan bahwa Raja Sri Jayakasunu merasa heran mengapa raja dan kantor-kantor raja sebelumnya selalu berumur pendek. Untuk mengetahui penyebabnya, Raja Sri Jayakasunu mengadakan tapa brata dan samadhi di Bali yang terkenal dengan istilah Dewa Sraya - artinya mendekatkan diri pada Dewa. Dewa Sraya itu dilakukan di Pura Dalem Puri, tak jauh dari Pura Besakih. Karena kesungguhannya melakukan tapa brata, Raja Sri Jayakasunu mendapatkan pawisik atau "bisikan religius" dari Dewi Durgha, sakti dari Dewa Siwa. Dalam pawisik itu Dewi Durgha menjelaskan kepada raja bahwa leluhurnya selalu berumur pendek karena tidak lagi merayakan galungan. Karena itu Dewi Durgha meminta kepada Raja Sri Jayakasunu supaya kembali merayakan galungan setiap Rabu Kliwon Dungulan sesuai dengan tradisi yang pernah terjadi. Selain itu disarankan pula agar seluruh umat Hindu memasang penjor pada hari Penampahan galungan (sehari sebelum galungan).Disebutkan pula, inti pokok perayaan hari Penampahan galungan adalah melaksanakan byakala yaitu upacara yang bertujuan untuk melepaskan kekuatan negatif (Buta Kala) dari diri manusia dan lingkungannya. Semenjak Raja Sri Jayakasunu mendapatkan bisikan religius itu, galungan dirayakan lagi dengan hikmat dan meriah oleh umat Hindu di Bali. Makna Filosofis galungan galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia. Selain itu juga memberi kemampuan untuk membeda-bedakan kecendrungan keraksasaan (asura sampad) dan kecendrungan kedewaan (dewa sampad). Harus disadari bahwa hidup yang berbahagia atau ananda adalah hidup yang memiliki kemampuan untuk menguasai kecenderungan keraksasaan. galungan adalah juga salah satu upacara agama Hindu untuk mengingatkan manusia secara ritual dan spiritual agar selalu memenangkan Dewi Sampad untuk menegakkan dharma melawan adharma. Dalam lontar Sunarigama, galungan dan rincian upacaranya dijelaskan dengan mendetail.Tentang makna galungan dalam lontar Sunarigama dijelaskan sebagai berikut:Budha Kliwon Dungulan Ngaran galungan patitis ikang janyana samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idep Artinya: Rabu Kliwon Dungulan namanya galungan, arahkan ber-satunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiran. Jadi, inti galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu (byaparaning idep) adalah wujud adharma. Dari konsepsi lontar Sunarigama inilah didapatkan kesimpulan bahwa hakikat galungan adalah merayakan me-nangnya dharma melawan adharma. Untuk memenangkan dharma itu ada serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan setelah galungan.Sebelum galungan ada disebut Sugihan Jawa dan Sugihan Bali. Kata Jawa di sini sama dengan Jaba, artinya luar. Sugihan Jawa bermakna menyucikan bhuana agung (bumi ini) di luar dari manusia. Sugihan Jawa dirayakan pada hari Wrhaspati Wage Wuku Sungsang, enam hari sebelum galungan. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari Sugihan Jawa itu merupakan Pasucian dewa kalinggania pamrastista batara kabeh (Penyucian Dewa, karena itu hari penyucian semua bhatara). Pelaksanaan upacara ini adalah dengan membersihkan segala tempat dan peralatan upacara di masing-masing tempat suci. Sedangkan pada hari Jumat Kliwon Wuku Sungsang disebutkan: Kalinggania amretista raga tawulan (Oleh karenanya menyucikan badan jasmani masing-masing). Karena itu Sugihan Bali disebutkan menyucikan diri sendiri. Kata bali dalam bahasa Sansekerta berarti kekuatan yang ada di dalam diri. Dan itulah yang disucikan. Pada Redite Paing Wuku Dungulan diceritakan Sang Kala Tiga Wisesa turun mengganggu manusia. Karena itulah pada hari tersebut dianjurkan anyekung jñana, artinya: mendiamkan pikiran agar jangan dimasuki oleh Butha galungan. Dalam lontar itu juga disebutkan nirmalakena (orang yang pikirannya selalu suci) tidak akan dimasuki oleh Butha galungan. Pada hari Senin Pon Dungulan disebut Penyajaan galungan. Pada hari ini orang yang paham tentang yoga dan samadhi melakukan pemujaan. Dalam lontar disebutkan, "Pangastawaning sang ngamong yoga samadhi." Pada hari Anggara Wage WUKU Dungulan disebutkan Penampahan galungan. Pada hari inilah dianggap sebagai hari untuk mengalahkan Butha galungan dengan upacara pokok yaitu membuat banten byakala yang disebut pamyakala lara melaradan. Umat ​​kebanyakan pada hari ini menyembelih babi sebagai binatang korban. Namun makna sesungguhnya adalah pada hari ini hendaknya membunuh sifat-sifat kebinatangan yang ada pada diri. Demikian urutan upacara yang mendahului galungan. Setelah hari raya galungan yaitu hari Kamis Umanis WUKU Dungulan disebut Manis galungan. Pada hari ini umat mengenang betapa indahnya kemenangan dharma.Umat ​​pada umumnya melam-piaskan kegembiraan dengan mengunjungi tempat-tempat hiburan terutama panorama yang indah. Juga mengunjungi sanak saudara sambil bergembira-ria. Hari berikutnya adalah hari Sabtu Pon Dungulan yang disebut hari Pemaridan Guru. Pada hari ini, dilambangkan dewata kembali ke sorga dan meninggalkan anugrah berupa kadirghayusaan yaitu hidup sehat panjang umur.Pada hari ini umat dianjurkan menghaturkan canang meraka dan matirta gocara.Upacara tersebut barmakna, umat menikmati waranugraha Dewata. Pada hari Jumat Wage Kuningan disebut hari Penampahan Kuningan. Dalam lontar Sundarigama tidak disebutkan upacara yang harus dilangsungkan. Hanya dianjurkan melakukan kegiatan rohani yang dalam lontar disebutkan Sapuhakena malaning jnyana (lenyapkanlah kekotoran pikiran). Keesokan harinya, Sabtu Kliwon disebut Kuningan.Dalam lontar Sundarigama disebutkan, upacara menghaturkan sesaji pada hari ini hendaknya dijalankan-kan pada pagi hari dan hindari menghaturkan upacara lewat tengah hari. Mengapa? Karena pada tengah hari para Dewata dan Dewa Pitara "diceritakan" kembali ke Swarga (Dewa mur mwah maring Swarga). Demikianlah makna galungan dan Kuningan ditinjau dari sudut pelaksanaan upacaranya. Macam-macam galungan Meskipun galungan itu disebut "Rerahinan Gumi" artinya semua umat wajib melaksanakan, ada pula perbedaan dalam hal perayaannya. Berdasarkan sumber-sumber kepustakaan lontar dan tradisi yang telah berjalan dari abad ke abad telah dikenal adanya tiga jenis galungan yaitu: galungan ( tanpa ada embel-embel), galungan Nadi dan galungan Nara Mangsa. Penjelasannya adalah sebagai berikut: galungan Adalah hari raya yang wajib dilakukan oleh umat Hindu untuk merayakan kemenangan dharma melawan adharma. Berdasarkan keterangan lontar Sundarigama disebutkan "Buda Kliwon Dungulan ngaran galungan." Artinya, galungan itu dirayakan setiap Rabu Kliwon WUKU Dungulan. Jadi galungan itu dirayakan, setiap 210 hari karena yang dipakai dasar menghitung galungan adalah Panca Wara, Sapta Wara dan Wuku. Kalau Panca Waranya Kliwon, Sapta Waranya Rabu, dan wukunya Dungulan, saat bertemunya ketiga hal itu disebut hari raya galungan. galungan Nadi galungan yang pertama dirayakan oleh umat Hindu di Bali berdasarkan lontar Purana Bali Dwipa adalah galungan Nadi yaitu galungan yang jatuh pada sasih Kapat ( Kartika) tanggal 15 (purnama) tahun 804 Saka (882 Masehi) atau pada bulan Oktober. Disebutkan dalam lontar itu, bahwa pulau Bali saat dirayakan galungan pertama itu bagaikan Indra Loka. Ini menandakan betapa meriahnya perayaan galungan pada waktu itu. Perbedaannya dengan galungan biasa adalah dari segi besarnya upacara dan kemeriahannya. Memang merupakan suatu tradisi di kalangan umat Hindu bahwa kalau upacara agama yang digelar bertepatan dengan bulan purnama maka mereka akan melakukan upacara lebih semarak.Misalnya upacara ngotonin atau upacara hari kelahiran berdasarkan WUKU, kalau bertepatan dengan purnama mereka melakukan dengan upacara yang lebih utama dan lebih meriah. Disamping karena ada keyakinan bahwa hari Purnama itu adalah hari yang diberkahi oleh Sanghyang ketu yaitu Dewa kecemerlangan. Ketu artinya terang (lawan katanya adalah Rau yang artinya gelap). Karena itu galungan, yang bertepatan dengan bulan purnama disebut galungan Nadi. Galungan Nadi ini datangnya amat jarang yaitu kurang lebih setiap 10 tahun sekali. galungan Nara Mangsa galungan Nara Mangsa jatuh bertepatan dengan tilem sasih Kapitu atau sasih Kesanga. Dalam lontar Sundarigama disebutkan sebagai berikut: "Yan galungan nuju sasih Kapitu, Tilem galungan, mwang sasih kesanga, rah 9, tenggek 9, galungan Nara Mangsa ngaran." Artinya: Bila Wuku Dungulan bertepatan dengan sasih Kapitu, Tilem Galungannya dan bila bertepatan dengan sasih Kesanga rah 9, tenggek 9, galungan Nara Mangsa namanya. Dalam lontar Sanghyang Aji Swamandala ada menyebutkan hal yang hampir sama sebagai berikut: "Nihan Bhatara ring Dalem pamalan dina ring wong Bali, poma haywa lali elingakna. Yan tekaning sasih Kapitu, anemu WUKU Dungulan mwang tilem ring galungan ika, tan wenang ngegalung wong baline, Kala Rau ngaranya yan mengkana. Tan kawasa mabanten tumpeng. mwah yan anemu sasih Kesanga, rah 9 tenggek 9, tunggal kalawan sasih Kapitu, sigug ya mengaba gering ngaran. Wenang mecaru wong baline pabanten caru ika, nasi cacahan maoran keladi, yan ton anuhut ring Bhatara ring Dalem yanya manurung, moga ta sira kapereg denira Balagadabah ". Artinya: Inilah petunjuk Bhatara di Pura Dalem (tentang) kotornya hari (hari buruk) bagi manusia, semoga tidak lupa, ingatlah. Bila tiba sasih Kapitu bertepatan dengan WUKU Dungulan dan Tilem, pada hari galungan itu, tidak bisa merayakan galungan, Kala Rau namanya, bila demikian tidak dibenarkan menghaturkan sesajen yang berisi tumpeng. Dan bila bertepatan dengan sasih Kasanga rah 9, tenggek 9 sama artinya dengan sasih kapitu. Tidak baik itu, membawa penyakit adanya. Seyogyanya orang mengadakan upacara caru yaitu sesajen caru, itu nasi cacahan dicampur ubi keladi. Bila tidak mengikuti petunjuk Bhatara di Pura Dalam (maksudnya bila melanggar) kalian akan diserbu oleh Balagadabah. Demikianlah dua sumber pustaka lontar yang berbahasa Jawa Kuna menjelaskan tentang galungan Nara Mangsa. Dalam lontar Sundarigama disebutkan bahwa pada hari galungan Nara Mangsa disebutkan "Dewa Mauneb bhuta turun" yang artinya, Dewa tertutup (tapi) Bhutakala yang hadir. Ini berarti galungan Nara Mangsa itu adalah galungan raksasa, pemakan daging manusia. Oleh karena itu pada hari galungan Nara Mangsa tidak dilang-sungkan upacara galungan sebagaimana mestinya terutama tidak menghaturkan sesajen "tumpeng galungan". Pada galungan Nara Mangsa justru umat dianjurkan menghaturkan caru, berupa nasi cacahan bercampur keladi.Demikian pengertian galungan Nara Mangsa. Palaksanaan upacara galungan di Bali biasanya diilustrasikan dengan cerita Mayadanawa yang diuraikan panjang lebar dalam lontar Usana Bali sebagai lambang, pertarungan antara aharma melawan adharma. Dharma dilambangkan sebagai Dewa Indra sedangkan adharma dilambangkan oleh Mayadanawa. Mayadanawa diceritakan sebagai raja yang tidak percaya pada adanya Tuhan dan tidak percaya pada prioritas upacara agama.galungan di India Hari raya Hindu untuk mengingatkan umat atas pertarungan antara adharma melawan dharma dilaksanakan juga oleh umat Hindu di India. Bahkan kemungkinan besar, parayaan hari raya galungan di Indonesia mendapat inspirasi atau direkonstruksi dari perayaan upacara Wijaya Dasami di India. Ini bisa dilihat dari kata "Wijaya" (bahasa Sansekerta) yang bersinonim dengan kata "galungan" dalam bahasa Jawa Kuna. Kedua kata itu artinya "menang". Hari Raya Wijaya Dasami di India disebut pula "Hari Raya dasara". Inti perayaan Wijaya Dasami juga dilakukan sepuluh hari seperti galungan dan Kuningan. Sebelum puncak perayaan, selama sembilan malam umat Hindu di sana melakukan upacara yang disebut Nawa Ratri (artinya sembilan malam). Upacara Nawa Ratri itu dilakukan dengan upacara persembahyangan yang sangat khusuk dipimpin oleh pendeta di rumah-rumah penduduk. Nawa Ratri lebih menekankankan nilai-nilai spiritual sebagai dasar perjuangan melawan adharma. Pada hari kesepuluh berulah dirayakan Wijaya Dasami atau dasara. Wijaya Dasami lebih menekankan pada rasa kebersamaan, kemeriahan dan kesemarakan untuk masyarakat luas. Perayaan Wijaya Dasami dirayakan dua kali setahun dengan perhitungan tahun Surya. Perayaan dilakukan pada bulan Kartika (Oktober) dan bulan Waisaka (April). Perayaan dasara pada bulan Waisaka atau April disebut pula Durgha Nawa Ratri. Durgha Nawa Ratri ini merupakan perayaan untuk kemenangan dharma melawan adharma dengan ilustrasi cerita kemenangan Dewi Parwati (Dewi Durgha) mengalahkan raksasa Durgha yang bersembunyi di dalam tubuh Mahasura yaitu sapi raksasa yang amat sakti. Karena Dewi Parwati menang, maka diberi julukan Dewi Durgha. Dewi Durgha di India dilukiskan seorang dewi yang amat cantik menunggang singa. Selain itu diyakini sebagai dewi kasih sayang dan amat sakti. Pengertian sakti di India adalah kuat, memiliki kemampuan yang tinggi. Kasih sayang sesungguhnya kasaktian yang paling tinggi nilainya. Berbeda dengan di Bali. Kata sakti sering diartikan sebagai kekuatan yang berkonotasi angker, seram, sangat menakutkan. Parayaan Durgha Nawa Ratri adalah perjuangan umat untuk meraih kasih sayang Tuhan. Karunia berupa kasih sayang Tuhan adalah karunia yang paling tinggi nilainya. Untuk melawan adharma pertama-tama capailah karunia Tuhan berupa kasih sayang Tuhan. Kasih sayang Tuhanlah merupakan senjata yang paling ampuh melawan adharma. Sedangkan upacara Wijaya Dasami pada bulan Kartika (Oktober) disebut Rama Nawa Ratri. Pada Rama Nawa Ratri pemujaan ditujukan pada Sri Rama sebagai Awatara Wisnu. Selama sembilan malam umat mengadakan kegiatan keagamaan yang lebih menekankan pada bobot spiritual untuk mendapatkan kemenangan rohani dan menguasai, kekerasan hawa nafsu. Pada hari kesepuluh atau hari dasara, umat merayakan Wijaya Dasami atau kemenangan hari kesepuluh.Pada hari ini, kota menjadi ramai. Di mana-mana, orang menjual panah sebagai lambang kenenangan. Umumnya umat membuat ogoh-ogoh berbentuk Rahwana, Kumbakarna atau Surphanaka. Ogoh-ogoh besar dan tinggi itu diarak keliling massal. Di lapangan umum sudah disiapkan pementasan di mana sudah ada orang yang terpilih untuk memperagakan tokoh Rama, Sita, Laksmana dan Anoman.Puncak dari atraksi perjuangan dharma itu yakni Sri Rama melepaskan anak panah di atas panggung yang telah dipersiapkan sebelumnya. Panah itu diatur sedemikian rupa sehingga begitu ogoh-ogoh Rahwana kena panah Sri Rama, ogoh-ogoh itu langsung terbakar dan masyarakat penontonpun bersorak-sorai gembira-ria. Orang yang memperagakan diri sebagai Sri Rama, Dewi Sita, Laksmana dan Anoman mendapat penghormatan luar biasa dari masyarakat Hindu yang menghadiri atraksi keagamaan itu. Anak-anak ramai-ramai dibelikan panah-panahan untuk kebanggaan mereka mengalahkan adharma. Kalau kita simak makna hari raya Wijaya Dasami yang digelar dua kali setahun yaitu pada bulan April (Waisaka) dan pada bulan Oktober (Kartika) adalah dua perayaan yang berarti untuk mendapatkan kasih sayang Tuhan. Kasih sayang itulah suatu "sakti" atau kekuatan manusia yang maha dahsyat untuk mengalahkan adharma. Sedangkan pada bulan Oktober atau Kartika pemujaan ditujukan pada Sri Rama. Sri Rama adalah Awatara Wisnu sebagai dewa Pengayoman atau pelindung dharma. Jadi dapat disimpulkan bahwa tujuan filosofi dari hari raya Wijaya Dasami adalah mendapatkan kasih sayang dan perlindungan Tuhan. Kasih sayang dan perlindungan itulah merupakan kekuatan yang harus dicapai oleh menusia untuk memenangkan dharma. Kemenangan dharma adalah terjaminnya kehidupan yang bahagia lahir batin. Kemenangan lahir batin atau dharma menundukkan adharma adalah suatu kebutuhan hidup sehari-hari. Kalau kebutuhan rohani seperti itu dapat kita wujudkan setiap saat maka hidup yang seperti itulah hidup yang didambakan oleh setiap orang. Agar orang tidak sampai lupa maka setiap Budha Kliwon Dungulan, umat diingatkan melalui hari raya galungan yang berdemensi ritual dan spiritual. (Sumber: Buku "yadnya dan Bhakti" oleh Ketut Wiana, terbitan Pustaka Manikgeni).
sumber.

Jumat, 24 Agustus 2012

Jenis Kucing Prasejarah di Dunia


Smilodon
Smilodon adalah salah satu predator prasejarah paling terkenal, dan juga salah satu yang paling tangguh. Setidaknya ada tiga spesies hidup di Utara dan Amerika Selatan; spesies terkecil, Smilodon gracilis, seukuran jaguar modern, sedangkan Smilodon fatalis sebesar singa.

Namun, spesies Smilodon Populator berbobot 300 kg (661 £) dan rata-rata mencapai hingga 500 kg (£ 1102) ketika dewasa! Smilodon tidak begitu lincah seperti kucing modern, tapi ia sangatlah kuat, dengan kaki yang kuat juga leher yang tebal, dan terutama kukunya yang panjang untuk mencengkeram mangsanya. taring nya bisa mencapai 30 cm (12 ") panjangnya, dan sempurna untuk menyebabkan cedera fatal bajing tanah, hewan besar, bahkan juga mammoth !
 

Harimau Pleistosen
Harimau Pleistosen merupakan "versi awal" dari harimau yang sama kita lihat sekarang. Harimau berkembang di suatu tempat di Asia sekitar 2 juta tahun yang lalu, khusus untuk memangsa beragam jenis herbivora besar yang tinggal di benua pada saat itu. Harimau adalah kucing terbesar saat ini, dengan Bengal besar dan Siberia jantan yang berbobot hingga mencapai 300 kg (£ 661) atau lebih. Namun, selama jaman Pleistosen, pasokan makanan yang lebih besar, sehingga harimau itu sendiri yang lebih besar, dengan bobot 490 kg (1080 £)
 

Singa Amerika
Singa Amerika atau Atrox Panthera, mungkin yang paling dikenal dari semua kucing prasejarah setelah Smilodon. Ia tinggal di Utara dan Amerika Selatan (dari Alaska ke Peru) selama zaman Pleistosen, dan punah 11.000 tahun lalu, Singa Amerika adalah kucing terbesar di Amerika Utara selama Zaman Es, beratnya mencapai 470 (£ 1036), bahkan mungkin 500 kg (£ 1102), dan mampu memangsa hewan yang sangat besar.
 

Machairodus Kabir
Machairodus, mungkin tampak seperti harimau raksasa dengan gigi pedang, walaupun tidak mungkin untuk mengetahui apakah kulitnya bergaris-garis, berbintik-bintik atau jenis lain dari tanda bulunya. Machairodus jarang disebutkan sebagai kucing raksasa, tetapi fosil yang ditemukan di Chad, Afrika, (dan diklasifikasikan sebagai spesies baru, Machairodus kabir), menunjukkan bahwa makhluk ini merupakan salah satu kucing terbesar dengan bobot 490 kg (£ 1080 ) atau mungkin 500 kg (£ 1102).
 

Homotheirum
Juga dikenal sebagai "kucing pedang", Homotherium adalah salah satu kucing paling sukses di zaman prasejarah, ditemukan di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa, Asia dan Afrika. Ia pemburu baik, disesuaikan dengan kaki yang cepat berjalan dan aktif terutama pada siang hari (sehingga menghindari persaingan dengan predator nokturnal lainnya).

Kaki depannya sangat panjang dan kaki belakang lebih pendek, yang memberikan penampilan yang sedikit seperti hyena. Meskipun Homotherium tidak terkenal untuk ukurannya, namun fosil beberapa sisa-sisa kucing pedang baru-baru ini ditemukan di Laut Utara menunjukkan bahwa mereka bisa mencapai berat 400 kg (882 £), lebih besar daripada harimau Siberia modern.
 

Cave Lion
Singa Gua adalah subspesies singa raksasa, beratnya mencapai 300 kg (£ 661) atau lebih. Ini adalah salah satu predator paling berbahaya dan kuat selama Zaman Es terakhir di Eropa, dan ada bukti bahwa ia ditakuti, dan mungkin disembah oleh manusia prasejarah. Banyak lukisan gua dan beberapa patung telah ditemukan yang menggambarkan Singa Gua.

Menariknya, ini menunjukkan bahwa singa ini nyaris tidak memliki bulu leher, seperti pada harimau modern. Hal ini membingungkan, beberapa lukisan gua juga menunjukkan Singa Gua memiliki garis-garis samar pada kaki dan ekor. Hal ini menyebabkan beberapa ilmuwan menyarankan bahwa mungkin Singa Gua sebenarnya lebih terkait dengan Harimau.
 

European Jaguar
Berbeda dengan Jaguar raksasa, jaguar Eropa atau gombaszoegensis Panthera tidak berasal dari spesies yang sama seperti jaguar modern. Jaguar Eropa adalah predator besar, beratnya mencapai 210 kg (463 £) atau lebih, dan mungkin di bagian atas rantai makanan di Eropa, 1,5 juta tahun yang lalu. Fosilnya tetap telah ditemukan di Jerman, Perancis, Inggris, Spanyol dan Belanda.
sumber.

7 Fenomena Langit Terindah Di Dunia


1. The Venus Belt / Sabuk Venus adalah fenomena yang muncul pada saat senja yang berdebu ketika sekumpulan langit kemerahan dan kecoklatan muncul diantara langit dan cakrawala.
 
 
2. Awan Noctilucent adalah awan yang sangat tinggi secara atmosfir yang membiaskan cahaya pada senja ketika matahari telah tenggelam, mengiluminasi/menyinari langit dengan sumber cahaya yang tak tampak.
 
 
3. Bentuk awan yang aneh ini sering diasosiasikan dengan badai, dan tidak dapat dimengerti sepenuhnya bagaimana awan ini dapat terbentuk.
 
 
4. Sun pillars / pilar matahari timbul ketika matahari yang tenggelam memantulkan tinggi awan es pada lapisan yang berbeda. Hal ini menghasilkan pilar cahaya yang tinggi menjulang hingga ke langit. sangat mungkin juga untuk menyaksikan moon pilar atau pilar bulan.
 
 
5. Fire rainbow adalah fenomena yang sangat jarang yang muncul hanya pada saat matahari sedang tinggi yang membuat sinarnya melewati awan cirrus yang tinggi yang berisi kristal-kristal es.
 
 
6. Pada belahan dunia selatan juga dikenal dengan nama Aurora Australis, Aurora Borealis adalah partikel bermuatan listrik dari matahari yang telah mencapai bagian teratas atmosfir bumi dan menjadi sangat aktif. Aurora biasanya sering terlihat di daerah dekat kutub dan pada waktu dimana siang dan malam sama panjang.
 
 
7. Pelangi terjadi karena matahari bersinar pada tetesan-tetesan air embun, biasanya terjadi pada atmosfir setelah hujan. Moonbow lebih jarang terjadi, hanya dapat dilihat pada malam hari ketika bulan ada pada titik rendah pada saat bulan purnama sampai hampir purnama. Satu tempat popular untuk melihat Moonbow adalah di air terjun Cumberland di kentucky AS.
 

Selasa, 21 Agustus 2012

Pidato bahasa Bali


 Om Swastiastu

    Inggih ida dane sareng sami, utamanipun :
Bapak guru sane dahat wangiang titiang
Punika taler para sawitra sawitra makesami
   Sedurung titiang nglantur matur atur, Ngiring sareng sami ngaturang suksemaning manah pamekas majeng ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa, melarapan antuk pasuecan ida, iraga sareng sami prasida makumpul iriki, manggihin karahayuan sekadi mangkin.
   Bapak  guru sane dahat wangiang titiang
Ring galahe sane becik puniki, lugrayang titiang matur samatra nganinin indik “Ngiring Rajegang Basa Bali”.
   Kawentenan pulo Baline pinaka pulo wisata budaya sane sampun kaloktah doh kantos ke dura Negara. Sampun sami uning tur pawikan, punika sami ngawinang jagat Baline kaparinama olih para janane "pulau seribu pura, pulau dewata, pulau surga utawi the last paradise". Napi sane ngawinang pulau Baline kaparinama asapunika?
   Sane ngawinang pulau Baline kaparinama asapunika tur kasenengin olih para janane boyaja tios, punika santukan keasrian palemahan pulau Baline, katuku malih antuk seni lan budaya maka miwah para jana Baline sane ngandap kasor utawi kuma warga, sami punika kadasarin antuk agama Hindu sane pinaka dasar mapineh jatma Baline. Nepek pisan ring tatuek miwah pamarginnyane minakadi panca yadnya sane kabaos ring kecap sastra agama. Punika kamanah antuk titiang ngawinang jagat Baline kasub ka dura Negara.
   Sane mangkin menawita majalaran sane sampun odar titiang. Pinunas titiang ring Iratu ida dane sareng sami ngiring dadabin indik kasukertan jagat Baline mangda kayang kawekas Rajeg lan lestari.
   Silih tunggil sane kanggon nguratang tur ngewerdiang seni budaya inggih punika nenten sios wantah Basa Bali druene sane pinaka tetamian utawi warisan saking leluhur iragane jatma Bali, punika ngawinang iraga patut bangga dados putra-putri Bali, pinunas titiang sumangdane budayane nenten rusak tur punah.
   Mangdane nenten iraga kabaos "Kadi katak sane wenten ring sor tunjunge", I kekupu saking doh ipun ngrasayang kamiikan ipun i sekar tunjung, sakewanten I katak yadiastun nampek ring genahe punika, setata nyongkok nenten ngerasayang kamiikan i sekar tunjung sane kalintang ngulangunin.
   Suksmanipun, iraga jagat Baline akeh pisan madue seni budaya, sane luihin utama kabaos adiluhung, ngawinang akeh parajanane saking dura Negara meled pisan manah ipun ngantenang seni budaya druene, sakewanten iraga sane magenah ring Bali nenten pati rungu kapining budaya druene, mangda nenten kadi asapunika.
    Basa Baline silih tunggil pinaka pangeling iraga dados jatma Bali, punika sane mawinang iraga mangda tetep ngangge basa Bali rikalaning mabaos sajeroning pagububan utawi pasawitran. Yening iraga nenten ngangge basa Bali druene sinah kesujatian iraga dados jatma Bali ical utawi ilang.
    Inggih ida dane sane tresna sihin titiang.
Yadiastun sane mangkin makueh pengaruh-pengaruh sane makta budaya miwah seni sane jaga nyaihin wiadin munahang seni budaya Baline . Sakewanten yening sampun iratu ida dane sareng sami eling ring kawentenan sastra Bali prasida antuk nyaringin pengaruh seni budaya sane jaga ngrangsuk ring sejeroning budaya Baline.
    Mawanti wanti titiang mapinunas ring iratu ida dane sareng sami mangda ngangge basa Bali druene mangda tetep Rajeg tur Lestari.
sumber.

Pidato bahasa Bali


 Om Swastiastu

    Inggih ida dane sareng sami, utamanipun :
Bapak guru sane dahat wangiang titiang
Punika taler para sawitra sawitra makesami
   Sedurung titiang nglantur matur atur, Ngiring sareng sami ngaturang suksemaning manah pamekas majeng ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa, melarapan antuk pasuecan ida, iraga sareng sami prasida makumpul iriki, manggihin karahayuan sekadi mangkin.
   Bapak  guru sane dahat wangiang titiang
Ring galahe sane becik puniki, lugrayang titiang matur samatra nganinin indik “Ngiring Rajegang Basa Bali”.
   Kawentenan pulo Baline pinaka pulo wisata budaya sane sampun kaloktah doh kantos ke dura Negara. Sampun sami uning tur pawikan, punika sami ngawinang jagat Baline kaparinama olih para janane "pulau seribu pura, pulau dewata, pulau surga utawi the last paradise". Napi sane ngawinang pulau Baline kaparinama asapunika?
   Sane ngawinang pulau Baline kaparinama asapunika tur kasenengin olih para janane boyaja tios, punika santukan keasrian palemahan pulau Baline, katuku malih antuk seni lan budaya maka miwah para jana Baline sane ngandap kasor utawi kuma warga, sami punika kadasarin antuk agama Hindu sane pinaka dasar mapineh jatma Baline. Nepek pisan ring tatuek miwah pamarginnyane minakadi panca yadnya sane kabaos ring kecap sastra agama. Punika kamanah antuk titiang ngawinang jagat Baline kasub ka dura Negara.
   Sane mangkin menawita majalaran sane sampun odar titiang. Pinunas titiang ring Iratu ida dane sareng sami ngiring dadabin indik kasukertan jagat Baline mangda kayang kawekas Rajeg lan lestari.
   Silih tunggil sane kanggon nguratang tur ngewerdiang seni budaya inggih punika nenten sios wantah Basa Bali druene sane pinaka tetamian utawi warisan saking leluhur iragane jatma Bali, punika ngawinang iraga patut bangga dados putra-putri Bali, pinunas titiang sumangdane budayane nenten rusak tur punah.
   Mangdane nenten iraga kabaos "Kadi katak sane wenten ring sor tunjunge", I kekupu saking doh ipun ngrasayang kamiikan ipun i sekar tunjung, sakewanten I katak yadiastun nampek ring genahe punika, setata nyongkok nenten ngerasayang kamiikan i sekar tunjung sane kalintang ngulangunin.
   Suksmanipun, iraga jagat Baline akeh pisan madue seni budaya, sane luihin utama kabaos adiluhung, ngawinang akeh parajanane saking dura Negara meled pisan manah ipun ngantenang seni budaya druene, sakewanten iraga sane magenah ring Bali nenten pati rungu kapining budaya druene, mangda nenten kadi asapunika.
    Basa Baline silih tunggil pinaka pangeling iraga dados jatma Bali, punika sane mawinang iraga mangda tetep ngangge basa Bali rikalaning mabaos sajeroning pagububan utawi pasawitran. Yening iraga nenten ngangge basa Bali druene sinah kesujatian iraga dados jatma Bali ical utawi ilang.
    Inggih ida dane sane tresna sihin titiang.
Yadiastun sane mangkin makueh pengaruh-pengaruh sane makta budaya miwah seni sane jaga nyaihin wiadin munahang seni budaya Baline . Sakewanten yening sampun iratu ida dane sareng sami eling ring kawentenan sastra Bali prasida antuk nyaringin pengaruh seni budaya sane jaga ngrangsuk ring sejeroning budaya Baline.
    Mawanti wanti titiang mapinunas ring iratu ida dane sareng sami mangda ngangge basa Bali druene mangda tetep Rajeg tur Lestari.
sumber.

Pidato bahasa Bali


*om awignam astu namah sidham :)
Bapak Kepala Sekolah lan guru sane wangiang titiang, Ida dane sareng sami sane dahat suksamayang titiang.
Sadurunge titiang ngelanturang atur, pinih riin tittiang ngaturang antuk panganjali umat,
“Om Swastiastu”

Kaping ajeng ngiring sareng sareng ngaturang puja pangastuti ring Ida Hyang Parama Kawi , Ida Sang Hyang Widhi Wasa saantukan ring keledangan lan wara nugrahan Ida, Ida dane prasida rauh ring galah lan genah sane becik puniki.
Titiang iriki pinaka ngwalinin sisia , dahat angayubagia sepengrauh ida dane para atiti uleman sareng sami nyaksisnin saha nyarengin ngastitiang karahajengan acara puniki.
Bapak / ibu guru makesami sane wangiang titiang, sane kapertama titiang iriki lakar nguncarang suksmaning manah ring para guru sekadi guru rupaka sane sampun teleb ngajahin titiang sareng sami nyantos tigang tiban.
Titiang rumasa akeh mapiutang ring para guru mawinan kapradnyanan sampun ngicenin peplajahan nganter iraga sami nuju karahayuan. Titiang nunas majeng ring para guru sareng sami mangde nenten surut-surut ngicenin titiang makesami piteket-piteket sane becik mangdane nemonin kedirgayusan ring peplajahan.
Ring acara puniki, titiang makesami taler nunas geng rena sinampura ring para guru lan pegawai iriki yening ring tigang tiban niki titiang makesami mekarya sane nenten becik.
Inggih para atiti sinamian, wantah asapunika sane prasida atur titiang, titiang nunas geng rena sinampura, mawinan kakirangan panyambran titiang puniki. Dumogi Ida Sang Hyang Widhi nganugrahin iraga sareng sami karahajengan, inggih tiang untatin antuk Paramasanthi,


“Om Shanti, Shanti, Shanti, Om”
sumber.

pidato bahasa bali


Pangaksama ngulun mareng hyang guruning sastra
Om Swastyastu...
pangayu bagia aturang titiang majeng ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sangkaning sih asung kerta wara nugraha ida titiang prasida ngawedarang daging pikayunan, jagi mautsaha ngalestariang basa pingkalih sastra Bali druwene majalaran antuk blog puniki.
boya sangkaning manah langyana titiang ngaturang conto pidarta puniki majeng ring ida dane sareng sami, nanging sangkaning meled manah titiang ngatonang basa kalih sastra Bali kantun ajeg ngantos riwekasan.
wantah asapunika, titiang boim winatha ngalungsur pangampura antuk kekirangan daging conto-conto pidarta ring blog puniki.
Om Çantih,Çantih,Çantih Om



PIDARTA RING SAJERONING NYANGGRA RAHINA SARASWATI
Om Swastyastu,
Inggih ida dane sareng sami sane kusumayang titiang, titiang rumasa bagia pisan riantukan prasida masadu ajeng sareng ida dane iriki, ring rahina puniki, sane pinaka pujawali Sang Hyang Aji Saraswati. Sadurungnyane ngiring sareng-sareng nyihnayang rasa pangayu bagia majeng ring Ida Hyang Parama Kawi sangkaning sih asung kerta wara nugraha ida, titiang pingkalih ida dane ngamangguhang karahajengan.
Ida dane sareng sami, waluya kadi nasikin segara titiang purun ngadeg iriki jagi nguningayang suksman Rahina Saraswati, sane minabang titiang ida dane sami sampun tatas uning. Nanging sangkaning meled manah titiang, titing malih ngaturang majeng ring ida dane sami.
Yening inargamayang titiang Sang Hyang Widhi pateh ring Betara Surya sane madue sinar, sinar punika sane marupa lambang Sang Hyang Aji Saraswati sane nyinarin jagate makasami, mangdane prasida ngmolihang kalanduhan miwah karahayon. Sapunika taler kawruhane punika marupa sinar ring i manusa mangdene uning ngunadikayang sane patut kalawaning tan patut. Iraga sareng sami patut mangayu bagia majeng ring Ida Sang Hyang Saraswati, santukan Ida sane ngicenin karahayuan, kawicaksanan, kawibawan, miwah sakancan kawruhane sane katiba ring i manusa majalaran antuk sastra.
Ida dane sane kusumayang titiang, manawita ida dane sareng sami sampun uning, Rahina Saraswati punika rauhnyane ngenem sasih apisan, inggih punika rikala Saniscara Umanis Watugunung. Kawentenan pralambang ring sajeroning palawatan Ida Sang Hyng Aji saraswati,sane makeh madaging simbul lan artosnyane soang-soang, titiang jagi mautsaha nlatarang manut napi sane kauningin titiang. Ring lambang Saraswati punika kawentenan Ida marupa anak istri ayu, madue tangan patpat, ida nglinggihin angsa, taler magenah ring luhuring tunjung. Mangkin jagi uningayang titiang siki ping siki :
  1. Sane kapertama, Ida rabin Betara Brahma tur maraga ayu sane pinaka simbol prabawan sane ageng, taler pangwruhan punika ngulangunin manah sang sapasira sane satya malajahin.
  2. Ida matangan patpat sane soang-soang ngamel genitri, lontar, rebab, lan sekar tunjung. Genitri pinaka simbul pangweruhan punika tanpa wates, lontar pinaka simbul kawruhan, rebab pinaka simbul kebudayaan tur masuara ngulangunin nyihnayang pangwruhan punika ngulangunin, tunjung punika pinaka simbul sekar mahasuci pinaka lambang pangweruhan punika suci.
  3. Angsa pinaka praciri buron sane wicaksana, sane nyihnayang yaning sampun wikan sinah i manusa prasida kadi patapan i angsa sane sida ngrereh amah-amahan ring endute kutek.
Sapunika prasida antuk titiang ngaturang indik palawatan Ida Sang Hyang Saraswati, sane pinaka palawatan pangwruhan. Mungguhing ngenenin indik sapulah palih parindikan rahina saraswati punika wenten tigang rentetan inggih punika :
  1. Ri kanjekan rahina Saraswati punika, saking semeng jantos tajeg surya, iraga sareng sami maturan ka sanggah utawi ka mrajan soang-soang miwah mantenin buku utawi lontar druwene. Sakewanten sadurung maturan nunas trirta dumun ring ida pranda utawi ring sesuhunan ragane soang-soang. Sasampun banten punika kaantebang raris kasiratin tirta saraswati ping lima. Wusan punika wawu ragane siratin tirta ping tiga, kainum ping tiga taler karaup ping tiga. Tetujon iraga nunas tirta saraswati punika tan lian wantah mangda ida ngicenin karahajengan miwah kawruhan sane mautama. Tirta punuka taler dados angge nyuciang raga, ngicalang sakancan keletehan sane wenten ring angga sarira.
  2. Rentetan sane kaping kalih wantah masambang semadi. Ri kala masambang semadi patut majagra sinambi ngwacen lontar-lontar suci kaagaman. Ring masambang semadi punuka iraga patut mabrata tan dados mapunyah-punyahan. Tetujon mabrata punika wantah marupa latian natingin gegodan sadripune, ngwacen lontar utawi buku-buku kaagaman pinaka tangkis majagra, sinambi nunas pangwruhan majeng ring Sang Hyang Saraswati.
  3. Rentetan sane kaping tiga inggih punika mabanyu pinaruh risampun awengi majagra, mabrata nglaksanayang sambang semadi. Benjang semengane raris mabanyu pinaruh ka beji utawi ka segara tur matirta. Tetujon iraga mabanyu pinaruh wantah nyuciang raga turin nyupat sekancan letehe.
Sapunika tigang rentetan sapulah-palih acara sane patut iraga laksanayang rikala nemonin Rahina Saraswati.
Inggih ida dane sane kusumayang titiang, manawi asapunika sane prasida aturang titiang majeng ring ida dane sami ngenenin indik Rahina Saraswati puniki. Manawi ring sajeroning napi sane baosang titiang i wawu wenten iwang antuk titiang matur, titiang nunas pangampura. Puputang titiang antuk panyineb atur.
Om Çantih,Çantih,Çantih Om




SAMBRAMA WACANA RING RAHINA SARASWATI
Om Swastyastu
Bapak kepala sekolah sane banget baktinin titiang, bapak ibu guru sinamian sane baktinin titiang, pasawitran titiang sareng sami sane tresna sihin titiang. Sadurung titiang matur amatra. Titiang sane nyelewedi dados manggalaning OSIS nyihnayang rasa pangayu bagia majeng ring Ida Sang Hyang Widhi Wasa, sangkaning asung kerta wara nugraha ida iraga sareng sami iriki prasida ngalaksanayang pujaning saraswati ring rahinane mangkin.
Ida dane sareng sami, manawita sampun uning nyabran Saniscara Umanis Watugunung pastika sampun iraga nglaksanayang pujaning Sang Hyang Saraswati pinaka bhataraning pangweruhan. Gargita pisan manah titiang santukan nyingakin sajebag kulawarga sekolah sumuyub salunglung sabayantaka, sapunika taler para parawantaka(panitia) prasida ngelarang pacentokan penjor lan gebogan pantaraning kelas sane janten sampun kadasarin manah suci nirmala buat nincapang rasa bhakti iraga sareng sami majeng ring Ida. Dumadak ngancan ngariwekas pacentokan sekadi puniki prasida kawerdiang malih mangdane acara sekadi puniki prasida kalaksanayang nyabran nemu rahina saraswati. Titiang saking manggalaning OSIS ngaturang suksmaning manah majeng ring para parawantaka(panitia) sane sampun prasida ngamong sapulah palih acarane puniki sane prasida labda karaya tur mamargi rahayu.
Ida dane sareng sami sane dahat wangiang titiang, wantah asapunika sane prasida unggahang titiang ring panyembrama titiang puniki. Pinaka wusananing atur, titiang nunas pangampura antuk sapangiwang titiang matur, mugi-mugi ida dane ngaledangin.
Om çantih, çantih, çantih Om.




KAMPANYE INDIK KAWENTENAN BASA BALI
Marupa pidarta persuasi
BASA BALI PINAKA JALARAN NGALESTARIANG BUDAYA BALI
Om Swastyastu,
“Buk, canang yang ini berapa satu?” minab punika bebaosan sane ketah lumrah iraga pireng ring tepengan aab kadi mangkine. Napi mawinan sapunika? Minab iraga sane nruenang kimud ngangge, inggih punika basa bali sane ring aab kadi mangkin sayan sue sayan ngidikang anak sane ngangge mabebaosan utawi berkomunikasi. Tios kadi kahanan ring dumun daweg basa bali kantun pinaka basa utama ring bebaosan utawi komunikasi. Yening mangkin wenten anak matumbasan kadi wau ngangge basa bali ”buk canang sane niki aji kuda asiki?” pastika sampun lian antuk iraga mirengang, wenten manah sane nuldul tatkala mireng anak mabaos kadi punika, santukan basa bali punika dahat luih manut ring tata titi basanyane taler madue pangargan sane mautama ring sajeroning angge mabebaosan.
Ring tanah bali puniki raga embas pinaka pabesen saking Ida Hyang Parama Kawi majalaran iraga manumadi dados jadma bali, jagi ngangganin utawi miara tetamian saking leluhur iraga. Nenten sios marupa warisan budaya pamekas basa kalih sastra kawi bali druene, sane dahat kasumbung luwih ring jagate. Punika awanan sapunapi antuk ngwerdiang kalih nglimbakang basa Bali iraga sareng sami, pamekas para anom-anome mangda ngawit mangkin sayan seneng malajahin utawi nelebin basa bali. Basa bali sane kasub ring jagate, pinaka basa daerah sane madue pangempon dahating akeh ring nusantara puniki.
Ida Dane sareng sami, manawita sampun akeh jalaran sane katempuh olih pamrentah minakadi ngranjingang basa bali ring sajeroning pendidikan formal, taler sang maraga wisesa sane pinaka murdaning jagat bali taler nglaksanayang Utsawa Dharma Gita nyabran awarsa nika boya ja sios pinaka utsaha saking pamrentah antuk nguratiang basa bali druene. Yan sakadi amunika pakardin pamrentah ring utsaha nglestariang budaya bali pamekas basa bali, iraga nenten patut tan pati rungu utawi tan eling tekenin kawigunan lan kabecikan basa lan budaya baline.
Siosan ring punika taler Undiksha singaraja ngwangun jurusan pendidikan basa bali, sane kaaptiang mangda sida dados pangamong lan mangda prasida dados guru basa bali disubane tamat irika. Ida dane sane tamat saking irika pinaka generasi penerus yowana bali sane riwekasan prasida ngamel tur nglanturang pangajahan basa bali ring pratisentana iraga. Siosan ring punika taler jurusan pendidikan basa bali punika nyabran warsa ngelarang pacentokan-pacentokan minakadi, pidato mabasa bali, masatua bali, orti bali miwah sane tiosan sane sampun sapatutnyane iraga aturang pangargan sane pinih becik ring jurusan punika. punapi patut titiang maosang kadi punika?.....
Ida dane sareng sami, punapi mangkin antuk mangda ngawit dewek padidi mautsaha ngangge basa bali ngantos prasida ngiyusin anak tios ngangge basa bali, yen kadi punika, sumanggup minab?....santukan punika ngiring biasayang ngawit ring dewek padidi, ring kulawarga nyantos ring pasawitran tegarang angge basa baline, yen terus pinehang ring kahyun nenten kalaksanayang minab meweh karasayang. Nanging, tegarang mangkin laksanayang, apang nenten ajeg bali wantah label kemaon, beh sami....ajeg bali,ajeg bali,ajeg bali, latah ngraosang ajeg bali. Nanging sujatine entip puun nenten wenten....
Nunas ampura ping banget titiang ngaturang sakadi punika, santukan napi, meled ring manah titiang jagi ngajak ida dane mangda sayan seneng, sayan wikan mabasa bali. Mangda ida dane sauninge, daweg titiang ring jawi dumun duk titiang ngruruh widya ring ISI jogja titiang marasa elek ring manah, napi mawinan? Santukan irika titiang ketakenin indik basa bali olih sawitran titiang irika sane akehan saking jawi asli. ”Im gimana sih sebenernya sor singgih basa itu? Apa alusnya kemaluan laki-laki?” Ane sakadi punika pitaken-pitaken sane katakenang sareng titiang, saking nika titiang makebyah ring manah titiang laut kabilbil tan sida nyawis pitakene punika....minab ida dane sami wenten sane madue pengalamansakadi punika. Dija lek atine yan kahanane kadi punika. Raga saking bali, tan prasida mabasa bali, minab kaucap bali oplosan yen kenten....
Munguing asapunika ngiring mangkin iraga sareng sami ngurating, nglaksanayang turin ngangge basa bali druene mangda tan nemu malih kahanan kadi punika. Malarapan antuk galah sane becik sakadi mangkin, titiang banget mapinunas majeng ring ida dane sami taler ring para yogia sane ngawiwenangang pendidikan, mangda mikayunin saha ngmargiang sakadi pinunas titiang i wawu, pradene prasida kapanggih sakadi pangaptin iraga sareng sami majalaran nelebin basa bali turin prasida nglestariang budaya bali iragane.
Ida dane sareng sami sane kusumayang titiang wantah asapunika prasida aturang titiang ring tepengane kadi mangkin, cutet atur titiang ngiring sareng sami ngwit mangkin tunggilang kahyune ring sajeroning ngawerdiang pingkalih nglimbakang basa bali druene, kandugi prasida kapanggih napi sane kaaptiang iraga sareng sami. Prade wenten ring sajeroning atur titiang wawu wenten manawi kruna utawi luir ipun sane tan menggah ring kayun ida dane sami, lugrayang titiang nunas geng rna sinampura....
Makawasananing atur titiang ngaturang parama Çantih....
Om Çantih,Çantih,Çantih Om
sumber.